Siaran Pers Bersama: Penguatan Stabilitas Sistem Keuangan dan Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi

Feb 1 2021
Jumlah Download : 6

 


SIARAN PERS BERSAMA

PENGUATAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PAKET KEBIJAKAN TERPADU UNTUK PENINGKATAN PEMBIAYAAN DUNIA USAHA DALAM RANGKA PERCEPATAN PEMULIHAN EKONOMI

Nomor: 01/KSSK/Pers/2021

Jakarta, 1 Februari 2021 – Stabilitas sistem keuangan (SSK) berada dalam kondisi normal di tengah perekonomian yang berangsur membaik. Sinergi kebijakan antar-otoritas melalui berbagai langkah penguatan segera dan luar biasa untuk mengatasi dampak Covid-19 mampu mendorong perbaikan ekonomi secara bertahap dengan stabilitas yang tetap terjaga. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus memperkuat koordinasi dan sinergi guna menjaga SSK dan mempercepat pemulihan. Dalam Rapat Berkala KSSK, KSSK memutuskan untuk menerbitkan  Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Rapat Berkala KSSK I tahun 2021 pada Rabu (27/1) melalui konferensi video.

A. Perkembangan Makroekonomi dan Sektor Keuangan

Memasuki semester II tahun 2020, pertumbuhan ekonomi mulai membaik seiring pelonggaran PSBB, perbaikan ekonomi global, dan respons bauran kebijakan nasional yang ditempuh. Perbaikan perekonomian global dan domestik menopang stabilitas makroekonomi tetap terjaga. Stabilitas sistem keuangan terus membaik hingga memasuki triwulan IV seiring dampak positif pelonggaran kebijakan makroekonomi dan penurunan ketidakpastian pasar keuangan global.

Ke depan, perekonomian Indonesia 2021 diprakirakan terus membaik didukung kemajuan penanganan Covid-19 termasuk vaksinasi, pemulihan ekonomi global, serta stimulus dan penguatan kebijakan. Ekonomi global diprakirakan tumbuh di kisaran 5% pada 2021 yang akan mendorong kenaikan volume perdagangan dan harga komoditas global. Ketidakpastian pasar keuangan diprakirakan menurun seiring dengan ekspektasi perbaikan kinerja ekonomi global, arah kebijakan fiskal Pemerintah AS yang baru, likuiditas global yang relatif besar dan suku bunga yang tetap rendah. Perkembangan ini kembali mendorong aliran modal ke negara berkembang dan menopang penguatan mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia. Di sisi domestik, perkembangan sejumlah indikator dini hingga akhir Desember 2020 juga mendukung arah pemulihan ekonomi domestik yang berlanjut. Hal ini tercermin pada perbaikan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur dan indeks keyakinan konsumen yang menguat. Dari sisi  sektoral, perbaikan terjadi pada sektor yang mendukung kebutuhan primer, kenormalan baru, penanganan Covid-19 dan yang mendukung ekspor.

Prospek pemulihan pertumbuhan ekonomi juga dibarengi stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga. Stabilitas eksternal pada 2021 tetap terjaga didukung Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2021 yang diprakirakan surplus. Kinerja NPI ditopang defisit transaksi berjalan yang diprakirakan berada di kisaran 1,0-2,0% dipengaruhi ekspor yang tumbuh positif seiring dengan permintaan global yang mulai pulih dan impor yang diprakirakan naik untuk memenuhi permintaan domestik yang meningkat. Inflasi pada 2021 tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1%, ditopang inflasi inti yang diprakirakan tetap terkendali, meskipun meningkat sejalan dengan kenaikan permintaan domestik. Sementara itu, stabilitas sistem keuangan diprakirakan tetap kuat dengan intermediasi perbankan yang diharapkan meningkat sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi domestik

Prospek kecepatan pemulihan ini akan banyak dipengaruhi vaksinasi dan disiplin masyarakat  dalam penerapan protokol Covid-19, yang menjadi prasyarat bagi proses pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, lima langkah kebijakan juga mendukung prospek tersebut yakni (i) pembukaan sektor-sektor produktif dan aman secara nasional maupun di masing-masing daerah, (ii) percepatan realisasi fiskal, (iii) peningkatan kredit perbankan dari sisi permintaan dan  penawaran, (iv) keberlanjutan stimulus moneter dan makroprudensial, serta (v) percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya terkait pengembangan UMKM. Prospek perekonomian ini juga memerlukan penajaman kebijakan baik untuk mengakselerasi pemulihan maupun yang bersifat struktural, untuk menciptakan sumber baru pertumbuhan, meningkatkan nilai tambah produksi dan integrasi antarsektor dan antarwilayah, serta mendorong pertumbuhan yang inklusif. 

KSSK berupaya mendorong percepatan pemulihan ekonomi dengan memperkuat koordinasi dan  sinergi kebijakan. Upaya ini diwujudkan dalam Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi untuk membantu sektor-sektor yang paling terdampak agar tetap dapat bertahan dan memberikan insentif bagi sektor-sektor yang berdaya tahan (resilience) agar dapat mulai melakukan ekspansi usahanya sejalan dengan harapan membaiknya situasi pandemi sebagai hasil vaksinasi Covid-19 ke depan. 

B. Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi 

Dalam rangka menjaga momentum penguatan ekonomi, perhatian yang lebih besar pada dunia usaha menjadi penting, paralel dengan program vaksinasi yang sedang berjalan. Sektor usaha diharapkan menjadi motor penggerak utama percepatan pemulihan ekonomi, selain penguatan di sisi permintaan melalui program-program perlindungan sosial. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dunia usaha cukup beragam, oleh karena itu KSSK melakukan diskusi intensif dengan pelaku usaha untuk melakukan identifikasi. Selanjutnya, hasil identifikasi tersebut menjadi masukan bagi KSSK di dalam menyusun Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan

Dunia Usaha dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi. Untuk penyusunan kebijakan, KSSK melakukan pemetaan serta identifikasi isu dan persoalan riil yang dihadapi oleh sektor usaha. Langkah ini dilakukan melalui serangkaian focus group discussion (FGD) dengan 25 asosiasi yang mewakili 20 sektor usaha yang selanjutnya menjadi rujukan dan pertimbangan utama dalam merumuskan Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi.

1. Kebijakan Insentif Fiskal serta Dukungan Belanja Pemerintah dan Pembiayaan

Menurunnya permintaan akibat pandemi Covid-19 berdampak pada pendapatan serta kondisi arus kas sektor usaha, sementara pada saat yang bersamaan dihadapkan pada kebutuhan pemenuhan kewajiban dan operasional usaha. Melalui Program PEN 2020, untuk meringankan biaya produksi dan membantu menjaga arus kas sektor usaha, Pemerintah memberikan berbagai insentif perpajakan, kepabeanan, dan dukungan belanja negara termasuk dukungan dari sisi pembiayaan. Mengingat ketidakpastian yang masih tinggi terkait perkembangan Covid-19, kebijakan insentif pada sektor usaha tersebut dipandang masih diperlukan di tahun 2021, baik untuk membantu agar tetap bertahan maupun untuk mulai ekspansi usaha. Mempertimbangkan keberagaman karakteristik, kebijakan insentif fiskal tahun 2021 secara umum terdiri dari kebijakan-kebijakan yang dapat berlaku pada seluruh sektor (across the board) dan kebijakan yang sifatnya lebih spesifik ke sektor tertentu.

a. Kebijakan Insentif Fiskal 
Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah terus berupaya mendorong kinerja pertumbuhan ekonomi melalui berbagai insentif perpajakan dalam rangka menjaga iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan daya saing ekonomi. Kebijakan ini merupakan bentuk belanja perpajakan (tax expenditure) yang merupakan penerimaan perpajakan yang tidak dikumpulkan  (forgone revenue) sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari sistem pemajakan secara umum (tax system benchmark). Berdasarkan tujuannya, belanja perpajakan dibagi ke dalam 4 (empat) kategori utama, yakni: (i) meningkatkan kesejahteraan masyarakat;  (ii) mengembangkan UMKM; (iii) mendukung dunia bisnis; dan (iv) meningkatkan iklim investasi. Besaran belanja perpajakan selalu meningkat dari tahun ke tahun, yaitu Rp196,8 triliun di tahun 2017, Rp225,2 triliun di tahun 2018, dan Rp257,2 triliun di tahun 2019. 

Selain belanja perpajakan, dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi, Pemerintah juga memberikan berbagai insentif perpajakan untuk mendorong daya beli masyarakat, memenuhi kebutuhan impor bahan baku produksi untuk sektor yang masih terdampak pandemi, serta membantu arus kas perusahaan agar kembali beraktivitas. Implementasi kebijakan di tahun 2021, secara umum merupakan keberlanjutan dari insentif perpajakan yang diberikan di dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN), yakni keringanan PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), pembebasan dari pemungutan PPh 22  impor, dan keringanan angsuran pajak PPh 25. Fasilitas perpajakan lainnya adalah perpanjangan atas insentif PPh Final Jasa Konstruksi DTP atas P3-TGAI (Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi) dan insentif PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP) serta percepatan restitusi PPN.

Guna membantu beban biaya produksi dunia usaha, Pemerintah juga menyediakan beberapa fasilitas kepabeanan agar memiliki daya saing yang lebih tinggi, seperti fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Untuk itu, Kawasan Berikat (KB) memberikan insentif berupa penangguhan bea masuk, dan/atau tidak dipungut pajak dalam rangka impor. Sementara itu, KITE menyediakan insentif berupa pembebasan atau pengembalian Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor atas barang dan bahan yang diimpor untuk tujuan diolah, dirakit atau pasang dan hasil produksinya untuk tujuan ekspor. Pemerintah dalam hal ini berupaya mendorong optimalisasi pemanfaatan fasilitas KB/KITE, termasuk fasilitas KITE Industri Kecil Menengah (IKM) melalui sosialiasi dan asistensi kepada sektor usaha. Insentif fiskal juga diberikan melalui pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk percepatan perkembangan daerah sekaligus sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi.

b. Kebijakan Dukungan Belanja Pemerintah dan Pembiayaan
Di tahun 2021, dukungan Pemerintah pada dunia usaha juga diberikan dalam bentuk belanja Pemerintah dan pembiayaan untuk meringankan beban debitur di tengah pandemi sekaligus menjaga kinerja debitur serta SSK. Lebih lanjut, kebijakan keringanan biaya listrik berupa pembebasan biaya rekening minimum dan abonemen akan diperpanjang, termasuk pemberian subsidi bunga KUR dan non-KUR untuk meringankan beban dunia usaha. Dukungan Pemerintah lainnya diberikan dalam bentuk penyediaan fasilitas pengelolaan limbah, khususnya untuk kawasan industri pada sektor tertentu, seperti tekstil dan produk tekstil. Selain itu, beberapa program prioritas yang sudah akan  diimplementasikan Pemerintah di tahun 2021 diharapkan dapat mendorong penguatan kinerja di beberapa sektor usaha. Program pengembangan kawasan industri misalnya, diharapkan dapat menarik investasi potensial dan mendorong penguatan sektor industri manufaktur serta membantu pengembangan ekonomi daerah. Program padat karya, selain untuk memberikan lapangan kerja bagi masyarakat, juga dimaksudkan untuk pengembangan fasilitas bagi sektor pertanian tanaman pangan, perikanan dan energi. Sementara itu, program food estate, yang dimaksudkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional juga diharapkan dapat menggerakkan aktifitas usaha baik di sektor pertanian maupun sektor konstruksi. 

Di sisi pembiayaan, Pemerintah memberikan dukungan bagi dunia usaha berupa penjaminan kredit. Skema ini diberikan agar dunia usaha dapat bertahan menghadapi pandemi. Pemberian penjaminan kredit oleh Pemerintah diharapkan dapat memberikan keyakinan bagi perbankan maupun perusahaan pembiayaan untuk dapat turut mendorong pemulihan kinerja dunia usaha melalui pemberian kredit atau dukungan pembiayaan. 

2. Kebijakan Moneter, Makroprudensial, dan Sistem Pembayaran

a. Moneter
BI akan melanjutkan stimulus kebijakan moneter untuk mendukung pemulihan ekonomi  nasional. Stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar terus menjadi perhatian utama. Suku bunga rendah dan likuiditas longgar akan dipertahankan sampai dengan terdapat tanda-tanda tekanan inflasi meningkat. Koordinasi stimulus moneter BI dan fiskal Pemerintah juga terus dipererat dengan melanjutkan kesepakatan Keputusan Bersama Menkeu dan Gubernur BI tanggal 16 April 2020 tentang Skema dan Mekanisme Koordinasi Pembelian Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana  untuk Menjaga Kesinambungan Pengelolaan Keuangan Negara. Selain itu, BI juga mengembangkan instrumen derivatif jangka panjang antara lain berupa cross currency swap (CCS) dan interest rate swap (IRS) untuk meningkatkan pengelolaan risiko sektor usaha melalui lindung nilai atas eksposur nilai tukar dan suku bunga, dalam rangka mendukung fleksibilitas pembiayaan ekonomi dan infrastruktur jangka panjang. Untuk mendukung  pengembangan sektor-sektor prioritas, BI akan mengoptimalkan transaksi valas melalui skema Local Currency Swap (LCS).

b. Makroprudensial
BI akan mendorong bank meningkatkan pembiayaan inklusif yaitu kredit kepada UMKM, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan kelompok subsisten melalui kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM). Perbankan juga akan didorong untuk mendukung pemulihan pembiayaan pada sektor-sektor prioritas melalui kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial Sektoral (RIMS). Kebijakan ini sejalan dengan program penjaminan kredit Pemerintah. BI juga akan melanjutkan kebijakan akomodatif makroprudensial dengan mempertahankan pelonggaran Loan to Value (LTV) untuk properti dan uang muka kredit kendaraan bermotor, termasuk properti dan kendaraan bermotor berwawasan lingkungan.

c. Sistem Pembayaran
Kebijakan Sistem Pembayaran (SP) diarahkan pada efisiensi transaksi, percepatan digitalisasi, serta pembentukan ekosistem ekonomi dan keuangan yang inklusif. Di sisi efisiensi, BI akan melanjutkan penurunan tarif SKNBI dan Sistem BI-RTGS, serta melakukan reviu kebijakan harga (pricing policy) kartu kredit. Kebijakan elektronifikasi akan terus diperkuat melalui sinergi dengan Pemerintah, otoritas terkait, serta industri melalui perluasan fitur dan akselerasi merchant QRIS, elektronifikasi bantuan sosial non tunai serta elektronifikasi transaksi Pemda. Dalam implementasi Blue Print Sistem Pembayaran 2025, reformasi regulasi sistem pembayaran akan diperkuat dengan cakupan kebijakan akses (access policy), mekanisme dan persyaratan entry, pengawasan, penyelenggaraan SP, pengelolaan data dan informasi SP terintegrasi serta inovasi teknologi SP termasuk Sandbox 2.0. Untuk memperkuat sinergi dengan Pemerintah, otoritas terkait, dan industri, BI menyelenggarakan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia sejak Januari 2021 dan puncaknya pada April 2021. 

3. Kebijakan Prudensial Sektor Keuangan

OJK juga telah menyusun kebijakan prioritas dalam mendorong fungsi intermediasi untuk pemulihan ekonomi makro, antara lain relaksasi kebijakan prudensial yang sifatnya temporer dan terukur yakni: perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan, dalam hal dilakukan restrukturisasi berulang selama periode relaksasi, debitur tidak dikenakan biaya yang tidak wajar/berlebihan, penurunan bobot risiko kredit untuk kredit/pembiayaan properti serta kendaraan bermotor, serta penyesuaian Batas Maksimum Pemberian Kredit dan penurunan bobot risiko kredit untuk sektor kesehatan. Selain itu, OJK juga mempermudah dan mempercepat akses pembiayaan bagi pelaku usaha khususnya UMKM, perluasan ekosistem digitalisasi UMKM dari hulu sampai hilir, dan penetapan status sovereign bagi Lembaga Pengelola Investasi (LPI). 

4. Kebijakan Penjaminan Simpanan

LPS akan terus menjaga kepercayaan nasabah penyimpan melalui program penjaminan simpanan yang saat ini mencakup 99,91% rekening atau setara dengan 350.023.911 rekening per Desember 2020. Besaran nilai simpanan yang dijamin LPS yang sebesar Rp2 miliar per nasabah per bank setara dengan 33,8 kali PDB per kapita nasional tahun 2019, jauh di atas rata-rata negara berpendapatan menengah ke atas yang sebesar 6,29 kali PDB per kapita. Selain itu, LPS turut mendorong likuiditas di industri perbankan sesuai dengan kewenangannya untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui kebijakan tingkat bunga penjaminan yang rendah dan selalu melihat ruang untuk menurunkan tingkat bunga penjaminan lebih lanjut dengan memperhatikan kondisi sektor finansial, serta relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan sampai dengan periode pembayaran semester II tahun 2021.

5. Kebijakan Penguatan Struktural

Berbagai kebijakan penguatan struktural juga akan dilakukan oleh Pemerintah. Percepatan penyelesaian aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja sedang dilakukan oleh Pemerintah untuk menjamin peningkatan secara substansial iklim investasi dan bisnis di Indonesia. Di sisi lain, dalam rangka penguatan kinerja neraca pembayaran, BI akan terus memfasilitasi kegiatan promosi perdagangan dan investasi pada sektor prioritas. Pelaksanaan fasilitasi kegiatan promosi melalui sinergi linkage Investor Relation Unit (IRU), Regional Investor Relation Unit (RIRU), dan Global Investor Relation Unit (GIRU) diharapkan juga semakin dapat memperluas akses pasar ekspor dan mendatangkan investasi. Selanjutnya, dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar dan memfasilitasi perdagangan dan investasi, BI akan mendorong pelaku usaha untuk memanfaatkan kerja sama Local Currenty Settlement (LCS) yang telah ada dengan Jepang, Thailand, dan Malaysia, serta mempercepat implementasi LCS dengan Tiongkok. Inisiatif ini untuk mendorong perluasan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan dan investasi langsung dengan negara mitra dagang utama.

Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS akan mengupayakan terbentuknya tingkat suku bunga yang lebih efisien di sektor jasa keuangan, antara lain melalui pengawasan dan komunikasi publik atas suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan yang telah dilaporkan kepada OJK dan telah dipublikasikan. 

KSSK akan melanjutkan koordinasi untuk terus menjaga SSK serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi. Selain itu, KSSK juga akan terus mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan baik global maupun domestik.

Terkait dinamika pasar modal domestik akhir-akhir ini, pertumbuhan pesat investor retail di pasar saham sejalan dengan program pendalaman pasar yang dilakukan OJK dengan dukungan seluruh pihak terkait. Namun demikian, perkembangan tersebut agar diimbangi dengan meningkatnya pemahaman yang memadai mengenai investasi, tidak sekadar mengikuti tren dan sumber dana bukan berasal dari pinjaman. Mengantisipasi perkembangan tersebut, OJK bersama self regulatory organizations (SROs) dan pelaku Pasar Modal terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar lebih rasional dalam menentukan pilihan investasi. 

KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan April 2021.

Artikel Lain
Test
Berita Dan Kegiatan

Right Menu Subsite

Siaran Pers - Berita Dan Kegiatan
Berita Dan Kegiatan