POJK Nomor 8 Tahun 2023 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan

POJK 8-2023 - APU PPT dan PPPSPM di SJK.pdf

Sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam percaturan global untuk mencegah dan memberantas TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM serta mewujudkan integritas di sektor jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan berkomitmen untuk mendukung regulasi yang sesuai dengan perkembangan prinsip internasional yang mengatur mengenai penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM. 

Ketentuan yang berlaku saat ini yaitu POJK Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah dengan POJK Nomor 23/POJK.01/2019 memerlukan penyempurnaan, sehingga perlu diganti. Regulasi terkait APU, PPT, dan PPPSPM berpedoman pada pedoman prinsipprinsip internasional, yaitu FATF Recommendations, serta mempertimbangkan perkembangan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia. 

​Penyempurnaan ketentuan juga mempertimbangkan perkembangan inovasi dan teknologi yang cepat dan dinamis di sektor jasa keuangan, dengan tetap memperhatikan aspek keamanan, kerahasiaan, serta mitigasi risiko.

Dasar hukum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini adalah: UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini diatur tentang kewajiban PJK dalam Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal; pengaturan pengenaan sanksi yang efektif, proporsional dan disuasif; kewajiban PJK dalam menyampaikan Individual Risk Assessment secara periodik kepada OJK, persyaratan dan tata cara kerja sama PJK dengan Pihak Ketiga dalam rangka verifikasi secara tatap muka (f​ace to face) dan tidak tatap muka (non-face to face) melalui sarana elektronik; contoh tindakan countermeasure oleh PJK; penyempurnaan ketentuan fungsi manajemen kepatuhan dan pelaksanaan audit internal secara independen; prosedur preemployee screening; kewajiban PJK menyampaikan data untuk kebutuhan pengawasan; serta pengaturan dokumen pendukung bagi Diaspora Indonesia. 

Diatur pula kewajiban Customer Due Diligence (CDD) sederhana; CDD terhadap Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) terhadap seluruh jenis nasabah termasuk perusahaan publik/emiten dan lembaga negara; larangan outsourcing atau hubungan keagenan dalam CDD Pihak Ketiga; penambahan cakupan Pihak Pelapor yang diawasi OJK yaitu Wali Amanat, Penyelenggara LPBBTI, Penyelenggara SCF, dan Penyelenggara IKD; serta menambahkan Perseroan Perorangan sebagai entitas baru dalam Korporasi.​​

Artikel Terkait Lain