Berita Terbaru
-
Bagaimana perubahan iklim mulai dimasukkan ke dalam gaji dan tunjangan karyawan
Meskipun masih terpinggirkan dalam pasar tenaga kerja, konsep “tunjangan ramah lingkungan”…
-
Menkeu: Investasi pada SDM Indonesia Semakin Penting dan Mendesak
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa investasi pada sumber daya manusia…
-
Erick Thohir Minta Pakar Berbagi Praktik Pengembangan SDM di Human Capital Summit 2023
Menteri BUMN Erick Thohir meminta pada pakar pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk berbagi…
-
Pembukaan Program Magang Kampus Merdeka OJK Batch 1 Tahun 2024
Berita tentang pembukaan Program MBKM OJK Tahun 2024
-
Anggaran Belanja 2023 Salah Satunya Difokuskan Untuk Meningkatkan SDM
Kementerian Keuangan telah menyiapkan anggaran belanja negara Rp 3.061,2 triliun pada tahun depan.
InfografisTerbaru
-
Sepuluh Besar Negara dengan Skor Keamanan Siber Tertinggi di Asia Pasifik Tahun 2020
Secara global, indonesia menduduki peringkat ke-24
-
5 Langkah Percepatan Transformasi Digital
Disampaikan bahwa transformasi digital di masa pandemi maupun next pandemi akan mengubah secara…
-
4 Pekerjaan yang Kelak Bisa Digantikan ChatGPT: Apakah Profesi Anda Termasuk?
Chat GPT versi terbaru kabarnya bisa digunakan untuk membantu membuat website, musik, koding, dan…
-
Erick Thohir Ungkap 9 Jenis Pekerjaan Ini Akan Hilang di 2030
Sekarang adalah era pertumbuhan ekonomi berdasarkan kapabilitas dari pada sumber daya manusia ( SDM…
-
Dukung Sektor Digital Jadi Pendorong Ekonomi Masa Depan
Ambisi menjadikan sektor digital sebagai pendorong ekonomi pada masa mendatang harus disertai upaya…
Hanya 6,52 Persen Penduduk Rasakan Bangku Kuliah, Benarkah SDM Indonesia Rendah?
- 26 Feb 2024
Liputan6.com, Jakarta - Warganet sering mengungkapkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia rendah karena pola pikirnya saat mengungkapkan komentar di dunia maya. Apakah anggapan ini benar? Faktanya, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk yang masuk ke perguruan tinggi atau mengenyam bangku kuliah hanya sekitar 6 persen atau tepatnya 6,52 persen.
Mengutip data Kemendagri, jumlah penduduk Indonesia yang masuk perguruan tinggi per 31 Desember 2022 untuk tingkat D1 dan D2 sebesar 1,11 juta orang atau 0,4% dari total penduduk Indonesia. Kemudian tingkat D3 sebanyak 3,56 juta orang atau 1,28% dan S1 sebanyak 12,44 juta orang atau 4,47%. Adapun tingkat S2 sebanyak 882.113 orang atau 0,31% dan S3 hanya 63.315 orang atau 0,02%.
Sementara itu, mayoritas penduduk Indonesia yang tidak atau belum sekolah jumlahnya sebanyak 66,07 juta orang atau sekitar 23,78% dari total penduduk Indonesia. Lalu, belum tamat SD sebanyak 30,89 juta orang atau 11,12%, tamat SD sebanyak 64,3 juta orang atau 23,15%, SMP 40,21juta orang atau 14,47%, dan SMA sebanyak 58,57 juta orang atau 21,08%.
Dilansir dari situs worldtop20.org, Indonesia ada di peringkat ke-67 dari 203 negara dalam daftar peringkat pendidikan dunia pada tahun 2022. Peringkat ini didasari tingkat kelulusan kuliah dan sekolah sebelum perguruan tinggi. Rinciannya, tingkat kelulusan kuliah atau perguruan tinggi 19%, tingkat kelulusan SMA 78%, tingkat penyelesaian SMP 91,19%, tingkat penyelesaian SD 100%, dan tingkat pendaftaran sekolah anak usia dini 68%.
Rasio lulusan S2 dan S3 juga sangat rendah
Indonesia sendiri menargetkan akan memanfaatkan bonus demografi demi Indonesia Emas tahun 2045. Saat itu populasi penduduk diperkirakan lebih dari 275 juta. Di mana Indonesia ditargetkan menjadi negara ketujuh ekonomi terbesar dunia tahun 2030 dan keempat ekonomi terbesar tahun 2050. Sayangnya, untuk mewujudkan hal tersebut sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang lulus jenjang pendidikan S2 dan S3 masih sangat rendah.
Di mana rasio SDM dengan pendidikan Master terhadap populasi usia produktif hanya 0,45%. Lebih rendah dibanding negara benchmark seperti Malaysia, Vietnam, Thailand yang sebesar 2,01% dan negara maju yakni Amerika Serikat, Jepang, Korea, New Zealand, Kanada, dan Jerman yang mencapai 8,59%.
Begitu juga dengan rasio SDM bergelar Doktor terhadap populasi usia produktif yang hanya 0,03%. Lebih rendah dibanding negara benchmark yang sebesar 0,42% dan negara maju sebesar 1,21%. Jika ditotal, rasio Master-Doktor terhadap populasi usia produktif RI hanya 0,49% atau lebih rendah dibanding negara benchmark yang sebesar 2,43% dan negara maju sebesar 9,8%.
Padahal, Indonesia telah membentuk Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang menjadi satuan kerja non eselon di bawah Kementerian Keuangan. LPDP mengelola dana pendidikan yang cukup besar untuk beasiswa sebagaimana amanat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 252 Tahun 2010.
LPDP juga mencatat angka kebutuhan SDM S2/S3 masih jauh dibanding dengan beasiswa yang telah dikucurkan LPDP. Tahun 2022 lulusan S2/S3 secara nasional berjumlah 917 ribu sementara dari LPDP 41 ribu atau 4,5% dari total populasi usia produktif. Targetnya, pada tahun 2045 mendatang ada 21.621.897 Master dan Doktor di tanah air. Untuk memenuhi hal tersebut, LPDP juga membutuhkan dana abadi pendidikan yang ideal sekitar Rp1.000 triliun.
Mengutip Roadmap Kontribusi Beasiswa LPDP, untuk mencapai indikator kemajuan bangsa, jumlah ideal lulusan S2/S3 sebanyak 7,5 juta pada 2034 dan 20 juta pada 2045. Karena itu, sangat dibutuhkan peningkatan kapasitas pendidikan S2/S3 di dalam dan luar negeri.
Adapun kontribusi LPDP tahun 2023 sebesar 20% dari kapasitas pendidikan S2/S3. Lalu ke depannya akan terus ditingkatkan sebesar 5% per tahun dari tahun sebelumnya. Skenario ini membutuhkan penambahan Dana Abadi Pendidikan per tahun sampai mencapai Rp194 triliun pada 2034 dan Rp266 triliun pada 2045.
Dikutip dari Liputan6.com
Tags :
- SDM
- HR
- Human Resources
- HRD
- Sekolah tinggi
- Universitas
- SDM
- HR
- Human Resources
- HRD
- Sekolah tinggi
- Universitas