RISET

Research in OJK Institute

Research at the OJK Institute is academic based, taking into account the latest developments in the financial services sector. The research is structured to produce findings and recommendations that support the performance of the financial services sector.

 

 

 

Tags :

  • Riset
  • Research
  • OJK Institute
  • Riset
  • Riset
  • Research
  • OJK Institute
  • Riset
2021

OJK Institute's Research 2021

Sejak terjadi pandemi covid 19 di tahun 2020, lebih dari jutaan orang di dunia terinfeksi virus covid 19 dan berdampak luas pada krisis kesehatan dan ekonomi global. Banyak negara yang melakukan pembatasan aktivitas social dan berakibat kepada melambatnya laju perekonomian di hampir sebagian besar negara di dunia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan. Laporan dari Global Economic Prospect (2021) menunjukkan bahwa, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 4,3% pada tahun 2020 secara global. Dampak dari penyebaran Covid-19 ini juga dirasakan oleh Indonesia yang mengalami resesi pada kuartal III tahun 2020 sebesar -3,49%. Hal ini tentunya berpengaruh langsung pada Industri Jasa Keuangan (IJK) baik pada sektor Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

Researchers: OJK Institute Research Team

(*) Currently this research paper only available in Bahasa Indonesia  

Setelah wabah Covid-19 meluas ke berbagai negara, pergerakan bursa global secara signifikan menunjukkan tren negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia menjadi salah satu bursa yang tertekan sangat besar sejak awal tahun 2020. IHSG mulai bergerak di bawah level 6.000 sejak 31 Januari 2020 dan mencapai titik terendah sebesar 3.937 pada 24 Maret 2020 yang terjadi di seluruh indeks sektoral. Hal ini terjadi setelah pemerintah Indonesia mengumumkan munculnya virus Covid-19 di Indonesia. Penurunan ini tentunya tidak lepas dari sentimen negatif investor dalam menilai keseriusan pemerintah Indonesia untuk menangani pandemi dan para investor lebih memilih untuk menarik dananya dari pasar modal yang mengakibatkan terjadi penurunan harga saham. Untuk memahami dampak jangka pendek Covid-19 terhadap shareholder return, dibutuhkan penelitian yang menganalisis pengaruh pengumuman resmi Covid-19 di berbagai sektor saham Bursa Efek Indonesia (BEI) secara lebih mendalam serta menganalisis bagaimana pengaruh sentimen investor yang tercermin dalam volatilitas saham dan Covid-19 terhadap shareholder return pada setiap sektor saham di BEI.rsa global secara signifikan menunjukkan tren negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia menjadi salah satu bursa yang tertekan sangat besar sejak awal tahun 2020. IHSG mulai bergerak di bawah level 6.000 sejak 31 Januari 2020 dan mencapai titik terendah sebesar 3.937 pada 24 Maret 2020 yang terjadi di seluruh indeks sektoral. Hal ini terjadi setelah pemerintah Indonesia mengumumkan munculnya virus Covid-19 di Indonesia. Penurunan ini tentunya tidak lepas dari sentimen negatif investor dalam menilai keseriusan pemerintah Indonesia untuk menangani pandemi dan para investor lebih memilih untuk menarik dananya dari pasar modal yang mengakibatkan terjadi penurunan harga saham. Untuk memahami dampak jangka pendek Covid-19 terhadap shareholder return, dibutuhkan penelitian yang menganalisis pengaruh pengumuman resmi Covid-19 di berbagai sektor saham Bursa Efek Indonesia (BEI) secara lebih mendalam serta menganalisis bagaimana pengaruh sentimen investor yang tercermin dalam volatilitas saham dan Covid-19 terhadap shareholder return pada setiap sektor saham di BEI.

 

Researchers: OJK Institute Research Team

(*) Currently this research paper only available in Bahasa Indonesia

Kredit perbankan mengalami penurunan selama masa pandemi Covid-19. Pemintaan akan sumber dana yang menurun ditunjukkan oleh penurunan realisasi jumlah kredit yang disalurkan ke sektor dunia usaha dan rumah tangga. Pada bulan keempat tahun 2020, pertumbuhan kredit sebesar 5,82%, menurun sebesar 2,24% (yoy) dari bulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit juga menurun dibandingkan bulan April tahun sebelumnya sebesar 11,12 persen. Selama tahun 2020, pertumbuhan kredit terus mengalami penurunan hingga bulan Januari tahun 2021 menjadi minus 1,90 persen. Bersamaan dengan hal tersebut, suku bunga 7 day repo rate Bank Indonesia (suku bunga acuan BI) mengalami penurunan sebesar 125 bps. Penurunan suku bunga seharusnya diikuti dengan peningkatan jumlah kredit karena masyarakat dapat meminjam uang dengan harga lebih murah. Namun turunnya suku bunga acuan BI tidak di barengi dengan meningkatnya permintaan kredit, atau terjadi anomali. Perbankan nampak sangat berhati- hati untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat karena adanya risiko peningkatan Non Performing Loan (NPL) perbankan. Keadaan penurunan kredit tersebut dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi credit crunch di Indonesia, yaitu suatu kondisi dimana bank enggan untuk menyalurkan kredit yang dapat disebabkan oleh perkiraan meningkatnya risiko kredit di masa depan dan berkurangnya modal bank dari jumlah ideal. Oleh karena itu, penelitian mengenai apakah terjadi fenomena credit crunch dan faktor- faktor yang mempengaruhinya selama pandemi Covid-19 di Indonesia ini penting dan relevan bagi pertumbuhan sektor jasa keuangan, khususnya sektor perbankan.

Researchers: OJK Institute Research Team

(*) Currently this research paper only available in Bahasa Indonesia  

Keberadaan financial technology (fintech) menjadi jawaban kebutuhan masyarakat akan adanya sumber pendanaan yang murah dan mudah khususnya bagi masyarakat yang unbankable. Sebagai alternatif pembiayaan, fintech lending memiliki potensi untuk mengisi ceruk kebutuhan dana yang masih besar yang selama ini tidak terjangkau oleh bank konvensional sehingga dapat membantu mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini menjadikan fintech lending mengalami pertumbuhan yang cukup pesat selama pandemi. Merujuk pada Indonesia Fintech Report 2020 yang dirilis oleh Fintechnews Singapore, layanan pembiayaan digital (fintech lending) paling dominan di Indonesia dengan pangsa sebesar 50% pada tahun 2020. Lebih lanjut, akses Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap kredit atau pembiayaan perbankan masih sangat terbatas, hal ini terlihat dari penggunaan produk Kredit Usaha Rakyat (KUR), KUR Syariah, kredit/pembiayaan mikro, dan pembiayaan mikro syariah tahun 2019 yang masing-masing hanya 3,55%, 0,26%, 0,27%, dan 0,03%. Hal ini disebabkan UMKM pada umumnya berkategori unbankable atau belum memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan perbankan. Kehadiran fintech yang mengusung teknologi digital diharapkan mampu menerobos kesulitan tersebut, namun demikian perusahaaan fintech diduga belum melaksanakan strategi pemasaran yang benar khususnya penerapan bauran pemasaran 8P sehingga tidak sedikit masyarakat yang belum meyakini produk fintech mengingat terdapat banyak kasus pinjaman online ilegal. Maka dari itu, untuk meningkatkan value proposition dalam rangka meningkatkan pemasaran fintech di UMKM, diperlukan strategi product, place, price, promotion, process, people, dan physical evidence. peran fintech lending perlu dioptimalkan agar dapat mendorong inklusi keuangan terutama untuk sektor UMKM yang unbankable. Maka dari itu, penelitian terkait fintech lending dan inklusi keuangan pada UMKM menjadi hal yang penting dan relevan untuk dilakukan guna menganalisis dampak fintech lending bagi UMKM sehingga dapat meningkatkan inklusi keuangan yang berkelanjutan.

2020

Researchers: Sukarela Batunanggar, Widyo Gunadi, Nika Pranata, Billy Saputra              

The demand for digital talent is increasing while its supply is limited, leading to a gap in the financial services sector, both in quantity and quality. This research identifies problems faced in fulfilling the needs and strategies for developing digital talent at the FSS. It uses a mixed-method (quantitative and qualitative) through systems thinking approach, ease benefit matrix, and paired comparison. The research held 11 Focus Group Discussions (FGD) with any speakers from various stakeholders to determine the problems and possible solutions. Furthermore, it also surveyed 73 respondents from banking leaders that underwent a digital transformation. This research formulated 18 (eighteen) proposals for a comprehensive digital talent development strategy in the financial services sector and a roadmap.

Paper published in: Journal of Management Information and Decision Sciences

Link

Researchers: Sukarela Batunanggar, Ni Nyoman Puspani, Fara Fathia

(*) Currently this research paper only available in Bahasa Indonesia

Ketika permasalahan industri jasa keuangan berupa rendahnya inklusi inklusi dan literasi keuangan, kesenjangan pembiayaan UMKM, dan kemiskinan belum kunjung selesai, Indonesia kini menghadapi tantangan baru di era Revolusi Industri 4.0. Disrupsi digital menjadi driver terhadap transformasi bisnis di sektor jasa keuangan baik dari sisi market, organisasi, kepegawaian, kepemimpinan, serta dari sisi sosial dan lingkungan hidup. Dalam menghadapi hal-hal tersebut diperlukan pemimpin yang memiliki visi transformatif dan kapasitas internal yang berkualitas sebagai posisi strategis dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka riset ini bertujuan untuk menyusun model, rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan Holistic Leadership (HL) yang diharapkan menjadi salah satu faktor untuk mendorong tercapainya sustainable finance dalam rangka menyelaraskan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Adapun pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah mixed method (kuantitatif dan kualitatif) melalui pendekatan berpikir sistem (systems thinking), tinjauan literatur, analisis benchmarking, ease benefit matrix, dan paired comparison. Dalam mendalami permasalahan dan menggali masukan, riset ini juga mengadakan 11 kali focus group discussion (FGD) dengan 17 narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Selain itu, riset ini juga melakukan survey kepada 64 responden dari pimpinan perbankan yang sudah melakukan transformasi digital. Secara kualitatif, riset ini merumuskan model HL serta 14 usulan strategi pengembangannya pada sektor jasa keuangan yang komprehensif. Secara kuantitatif, diperoleh tiga usulan strategi yang menjadi prioritas yaitu: (1)  Personal leadership development plan, (2) Coaching, training, dan mentoring, (3) Skema pertukaran pegawai dan pemimpin untuk memperkaya pengalaman.

 

Paper published in: Jurnal Academic of Strategic Management Journal, inpress volume 20 special issue 3 2021

Researchers: Sukarela Batunanggar, Baruna Hadibrata, Fadhila Zahra Humaira, Bonardo

(*) Currently this research paper only available in Bahasa Indonesia

Dalam era Revolusi Industri 4.0 dan perkembangan teknologi digital yang sangat pesat ini, financial technology (fintech) yang awalnya merupakan pemain baru telah berubah posisi menjadi pemain penting pada sektor jasa keuangan. Akan tetapi, permasalahan sosial Indonesia seperti kemiskinan yang berpengaruh pada rendahnya inklusi dan literasi keuangan, serta kesenjangan pembiayaan UMKM belum kunjung selesai. Sehingga dibutuhkan suatu pendekatan inovatif yang dapat mengatasi isu sosial (khususnya kemiskinan) di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi finansial bernama social fintech. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan inisiatif yang mendukung berkembangnya social fintech di Indonesia. Sehingga riset ini bertujuan untuk memetakan tipe-tipe social fintech yang ada di Indonesia serta merumuskan strategi pengembangan social fintech di Indonesia. Adapun pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah mixed method (kuantitatif dan kualitatif) melalui pendekatan berpikir sistem (systems thinking), tinjauan literatur, analisis benchmarking, ease benefit matrix, dan paired comparison. Dalam mendalami permasalahan dan menggali masukan, riset ini juga mengadakan 6 kali Focus Group Discussion (FGD) dengan 16 narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Selain itu, riset ini juga melakukan survey kepada 42 responden dari pelaku social fintech. Secara kualitatif, riset ini memetakan 3 (tiga) tipe social fintech di Indonesia serta merumuskan 20 (dua puluh) usulan strategi pengembangan social fintech untuk mencapai Sustainable Development Goals di Indonesia yang komprehensif. Secara kuantitatif, diperoleh 7 (tujuh) usulan strategi yang menjadi prioritas yaitu: (1) Kerja sama antara lembaga non Institusi Jasa Keuangan (donatur) dengan Social Fintech; (2) Menyusun model strategi bisnis berpola demand and supply dalam perspektif Social Fintech; (3) Pemberdayaan komunitas masyarakat produktif (literasi dan inklusi keuangan); (4) Pengembangan paradigma baru social impact & implementasi sustainable development goals secara konsisten oleh Industri Jasa Keuangan; (5) Channeling dan network komunitas/across group terkait penyaluran dana; (6) Fasilitas Capacity Building dan Skills Training dalam konteks pengembangan model bisnis; serta (7) Model kolaborasi dengan perusahaan penyedia jaringan telekomunikasi (internet).

2019

 

  Researcher: Wimboh Santoso, Sukarela Batunanggar, Irwan Trinugroho, Djoko Suhardjanto, Suryanto  

(*) Currently this research paper only available in Bahasa Indonesia

Penelitian ini secara komprehensif akan mengkaji terkait dengan transformasi digital di industri perbankan di Indonesia. Studi akan dilakukan secara kualitatif dengan pertama, melakukan environmental scanning faktor eksternal dan internal di dalam industri perbankan saat ini baik dalam konteks domestik maupun global. Kedua, mengkaji mengenai tingkat kesadaran (awareness), tingkat kesiapan (readiness) dan tingkat kemajuan (level of advance) dari inovasi keuangan berbasis teknologi yang dilakukan oleh industri perbankan di Indonesia baik dilihat dari sudut pandang bank maupun dari sisi nasabah. Lebih lanjut, studi ini juga akan mengkaji mengenai dampak dari keberadaan fintech terhadap industri perbankan. Kemudian, akan dilakukan pula benchmarking terkait dengan penerapan digital banking dengan industri perbankan di negara lain baik di negara-negara berkembang maupun di negara-negara maju. Terakhir, studi ini akan memberikan rekomendasi kebijakan terkait dengan strategi dan langkah-langkah yang tepat dalam rangka transformasi digital di industri perbankan Indonesia. Studi ini akan dilakukan melalui beberapa metode yaitu in-depth interview dengan top manajemen di beberapa bank di Indonesia, survei kepada beberapa pimpinan kantor cabang bank di daerah, survei kepada nasabah perbankan, benchmarking melalui analisis data archival, dan focus group discussion dengan otoritas perbankan. Studi ini dilakukan melalui metode yaitu in-depth interview dengan 50 top manajemen di 20 bank di Indonesia dan survei kepada 357 responden individu.

Researcher Wimboh Santoso, Sukarela Batunanggar, Tulus Tahi Hamonangan Tambunan, Ida Busneti, Dian Octaviani

The aim of this research is to examine recent development of micro, small and medium enterprises (MSMEs), their main constraints and access to financing, and the growth of online-based Peer-to-Peer (P2P) lending in Indonesia. This is a descriptive study which analyses secondary and primary data. Primary data were collected from: (i) a survey of 60 respondents, i.e. 30 owners of MSMEs and 30 managers/directors of P2P lending companies, of which a total of 40 were deemed usable (i.e. 10 MSMEs and 30 P2P), and (ii) a series of focus group discussions (FGD) with some of the selected P2P companies. This study’s results show the number of MSMEs continue to grow even though they face a number of obstacles with limited access to funding as the most serious. Although commercial banks are required by the government to extend credit to MSMEs, the percentage of total commercial credit to these enterprises is still very small. Therefore, as the survey’s finding suggested, the emergence of P2P is important as an alternative source of funding for MSEs. and bank is the main investor in P2P lending companies. To the authors' knowledge, this is the first study ever done, at least in Indonesia. It takes stock of the empirical evidence in the literature through the lens of MSMEs’ owners.

Paper Published in: International Journal of Innovation, Creativity and Change. www.ijicc.net Vol. 15, Issue 2, 2021.

Link

 

Researchers: Wimboh Santoso, Sukarela Batunanggar, Palti Marulitua Sitorus, Farida Titik Kristanti, Andry Alamsyah, Grisna Anggadwita 

Purpose
The development of information technology is highly influential to all sectors, including the financial industry. Various transformations are made in overcoming the dynamics of technological advancements, including the mapping of human resources. This study is conducted in the banking industry and companies operating using financial technology (FinTech) in Indonesia. This study aims to identify talent competencies needed in the future, based on current conditions and future needs, through mapping talent in the banking and FinTech industries.

Design/methodology/approach
This study provides empirical evidence about the mapping of talent management with eight basic competencies. It uses a mixed-method, explanatory sequential with survey approach in the first phase and focus group discussions (FGD) in the second phase. The questionnaire is distributed to 309 respondents who are the specific decision-makers in this industry. Meanwhile, the FGD is conducted twice at different times with academics and practitioners, human resources and talent managers. This research used analytic hierarchy process as a tool for data processing.

Findings
This study provides current competency positions and future needs in the banking and FinTech industries in Indonesia where it found a lot of competence segregation. It also discovered three priority competencies for dealing with Industry 4.0, which included relating and networking, adapting and responding to change and entrepreneurship and commercial thinking.

Practical implications
This study is valuable for decision-makers and regulators; these results can be used to find new competencies and talents to develop existing human resources. Also, these results can be used as a basis for policy-making related to the Industrial Revolution 4.0.

Originality/value
This study provides new insights on talent mapping in the banking and FinTech industries as a strategic approach in the digitalization era. In addition, this research also adds knowledge related to Industry 4.0 as a result of industry developments in the digitalization era.

Paper published in: Journal of Science and Technology Policy Management, Vol. 12, Issue 3, 2021

Link