Informasi Negara Berisiko Tinggi yang Dipublikasikan oleh FATF – Juni 2023


Secara rutin, FATF mempublikasikan informasi negara berisiko tinggi dan tidak kooperatif pada laman resminya. Informasi daftar negara berisiko tinggi sesuai informasi yang dirilis pada Juni 2023 adalah sebagai berikut:

  1. High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Action

    High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Action  memiliki defisiensi strategis signifikan pada rezim pencegahan dan pemberantasan pencucian uang, pendanaan terorisme dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM). FATF meminta semua anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan Enhanced Due Diligence (EDD), dan dalam keadaan yang sangat seriusmenerapkan langkah pencegahan (countermeasures) dalam rangka melindungi sistem keuangan internasional dari pencucian uang, pendanaan terorisme, dan PPSPM. Sebelumnya, daftar ini lebih dikenal dengan istilah Black List. 

    Sejak Februari 2020, akibat pandemi COVID-19, FATF menunda proses review terhadap Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) dan Iran, dengan kondisi FATF tetap menegaskan perlu dilakukan countermeasures terhadap kedua negara tersebut. Oleh karena itu, silahkan merujuk pada pernyataan FATF terhadap kedua negara tersebut tanggal 21 Februari 2020. Walaupun penyataan tersebut mungkin tidak mencerminkan kondisi terkini dari rezim APU PPT di negara-negara tersebut, namun seruan FATF untuk menerapkan countermeasures terhadap negara tersebut tetap berlaku.

    • ​​Jurisdictions subject to a FATF call on its members and other jurisdictions to apply countermeasures
      • ​Korea Utara (Democratic People's Republic of Korea/DPRK)

        DPRK dinilai gagal mengatasi defisiensi signifikan dalam rezim APU PPT dan ancaman serius yang ditimbulkannya terhadap integritas sistem keuangan internasional. FATF mendesak DPRK untuk segera mengatasi defisiensi tersebut. Lebih jauh, FATF memberi perhatian yang serius atas ancaman yang ditimbulkan oleh kegiatan terlarang DPRK terkait dengan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal dan pendanaannya.

        FATF menegaskan kembali seruannya pada tanggal 25 Februari 2011 kepada para anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menyarankan Penyedia Jasa Keuangan memberikan perhatian khusus pada hubungan bisnis dan transaksi dengan DPRK, termasuk perusahaan DPRK, lembaga keuangan, dan mereka yang bertindak atas nama mereka.

        Selain pengawasan yang ketat, FATF juga menyerukan kepada anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan countermeasure yang efektif, dan Targeted Financial Sanction sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB yang berlaku, untuk melindungi sektor keuangan dari pencucian uang, pendanaan terorisme, dan risiko PPSPM yang berasal dari DPRK. Yurisdiksi harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menutup cabang, anak perusahaan, dan kantor perwakilan bank DPRK yang ada di wilayah mereka dan mengakhiri hubungan koresponden dengan bank DPRK, jika diwajibkan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB.

      • Iran       

        Pada Juni 2016, Iran berkomitmen untuk mengatasi defisiensi strategisnya. Action Plan untuk Iran memiliki batas waktu pada Januari 2018. Pada Februari 2020, FATF mencatat bahwa Iran belum menyelesaikan action plan tersebut.

        Pada Oktober 2019, FATF meminta anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk: meminta agar meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan terhadap cabang dan anak perusahaan dari lembaga keuangan yang berbasis di Iran; memperkenalkan pelaporan yang ditingkatkan atau pelaporan transaksi keuangan yang sistematis; dan mensyaratkan peningkatan ketentuan audit eksternal untuk konglomerasi keuangan sehubungan dengan cabang dan anak perusahaan mereka yang berlokasi di Iran.

        Saat ini, mengingat kegagalan Iran untuk memberlakukan Palermo and Terrorist Financing Conventions sejalan dengan Standar FATF, FATF sepenuhnya mencabut penangguhan countermeasure dan meminta anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan countermeasure yang efektif, sesuai dengan Rekomendasi No.19.

        Iran akan tetap menjadi High Risk Jurisdictions Subject to a Call for Action sesuai pernyataan FATF sampai action plan selesai secara lengkap. Jika Iran meratifikasi Palermo and Terrorist Financing Conventions, sejalan dengan standar FATF, FATF akan memutuskan langkah selanjutnya, termasuk apakah akan menangguhkan countermeasure. Sampai Iran menerapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan yang diidentifikasi sehubungan dengan penanggulangan pendanaan terorisme dalam action plan, FATF akan tetap memperhatikan risiko pendanaan terorisme yang berasal dari Iran dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap sistem keuangan internasional.

    • ​​Jurisdiction subject to a FATF call on its members and other jurisdictions to apply enhanced due diligence measures proportionate to the risks arising from the jurisdiction

      Pada Februari 2020, Myanmar berkomitmen untuk menindaklanjuti defisiensi strategisnya. Jangka waktu action plan bagi Myanmar berakhir pada September 2021.

      Pada Juni 2022, FATF sangat mendesak Myanmar untuk segera menyelesaikan action plan pada Oktober 2022 atau FATF akan meminta anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan EDD terhadap hubungan bisnis dan transaksi dengan Myanmar. Mengingat sangat rendahnya kemajuannya dan sebagian besar action plan belum ditindaklanjuti setelah satu tahun melewati tenggat waktu action plan, FATF memutuskan bahwa diperlukan tindakan lebih lanjut sesuai prosedur FATF dan meminta anggotanya dan yurisdiksi lain untuk menerapkan EDD sesuai dengan risiko yang timbul dari Myanmar.

      Saat menerapkan EDD, negara harus memastikan bahwa aliran dana untuk bantuan kemanusiaan, serta aktivitas Non-Profit Organization (NPO) dan remittance yang sah tidak terganggu.

      Myanmar terus bekerja sama dengan FATF untuk memperkuat efektivitas rezim APU/PPT dengan meningkatkan kesadaran dan mengawasi Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan Jasa, serta Profesi untuk mematuhi Targeted Financial Sanctions.

      Myanmar harus terus berupaya menerapkan action plan untuk mengatasi defisiensinya, termasuk dengan: (1) menunjukkan pemahaman yang lebih baik tentang risiko TPPU pada area kunci; (2) menunjukkan bahwa pemeriksaan on-site/offsite dilakukan secara berbasis risiko, dan hundi operators terdaftar dan diawasi; (3) mendemonstrasikan peningkatan keterlibatan Lemabaga Intelejen Keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) dalam investigasi oleh apparat penegak hukum, dan meningkatkan analisis operasional dan diseminasi oleh FIU; (4) memastikan bahwa pencucian uang diselidiki/dihukum sesuai dengan risikonya; (5) mendemonstrasikan investigasi kasus TPPU transnasional melalui kerjasama internasional; (6) menunjukkan peningkatan pembekuan/penyitaan dan penyitaan hasil kejahatan, alat-alat, dan/atau barang lainnya yang nilainya setara; dan (7) mengelola barang sitaan untuk menjaga nilai barang sitaan tersebut. 

      FATF mendesak Myanmar untuk segera mengatasi defisiensi penerapan program APU PPT, termasuk untuk menunjukkan pemantauan dan pengawasan terhadap money or value transfer services (MVTS) didasarkan pada pemahaman risiko TPPU/TPPT yang terdokumentasikan dan jelas.

      Myanmar akan tetap berada dalam daftar High-Risk Jurisdiction Call for Action hingga memenuhi seluruh action plan.


      https://www.fatf-gafi.org/en/publications/High-risk-and-other-monitored-jurisdictions/Call-for-action-June-2023.html  

  2. Jurisdictions under Increased Monitoring

    Jurisdictions under Increased Monitoring adalah yurisdiksi yang secara aktif bekerja sama dengan FATF untuk mengatasi defisiensi strategis dalam mencegah dan memberantas pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi. Dalam hal FATF menempatkan suatu yurisdiksi ke dalam status under Increased Monitoring, berarti yurisdiksi tersebut telah berkomitmen untuk menyelesaikan defisiensi strategis yang teridentifikasi oleh FATF dengan cepat dalam jangka waktu yang disepakati dan dipantau secara ketat. Sebelumnya, daftar ini lebih dikenal sebagai Grey List.

     FATF dan FATF-style regional bodies (FSRBs) terus bekerja dengan yurisdiksi tersebut dalam melaporkan kemajuan yurisdiksi masing-masing dalam mengatasi kekurangan strategis mereka. FATF meminta yurisdiksi ini untuk menyelesaikan action plan dengan cepat dan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. FATF menyambut baik komitmen yurisdiksi tersebut dan akan terus memantau kemajuan mereka. FATF tidak menghimbau langkah-langkah enhanced due diligence untuk diterapkan terhadap yurisdiksi dimaksud. Dalam hal ini, Standar FATF tidak menganjurkan untuk melakukan de-risking, atau memutus hubungan usaha dengan seluruh nasabah dari yurisdiksi tersebut, melainkan Standar FATF menyerukan untuk menerapkan pendekatan berbasis risiko. Sehingga, FATF mendorong anggotanya dan seluruh yusidiksi untuk mempertimbangkan informasi pada publikasi FATF ini dalam analisis risiko yang dilakukan.

    FATF, secara berkelanjutan, terus mengidentifikasi yurisdiksi lain yang memiliki kekurangan strategis dalam rezim APU PPT dan PPPSPM. Sejumlah yurisdiksi belum ditinjau oleh FATF dan FSRB, namun akan dilakukan sesuai dengan jadwalnya.

    FATF memberikan fleksibilitas kepada yurisdiksi yang tidak memiliki batas waktu mendesak, untuk melaporkan kemajuan secara sukarela. Negara-negara berikut telah ditinjau kemajuannya oleh FATF sejak Februari 2023: Albania, Barbados, Burkina Faso, Cayman Island, Republik Demokratik Kongo, Gibraltar, Jamaika, Yordania, Mali, Mozambique , Panama, Filipina, Senegal, Afrika Selatan, Sudan Selatan, Turki, Uni Emirat Arab, dan Uganda.

    Sementara itu, Haiti, Nigeria, Suriah, Tanzania dan Yaman memilih untuk menunda pelaporan, sehingga pernyataan sebelumnya masih berlaku bagi negara/yurisdiksi tersebut walaupun mungkin tidak mencerminkan kondisi terkini dari rezim APU PPT mereka. Setelah peninjauan, FATF kini juga mengidentifikasi Kamerun, Kroasia dan Vietnam ke dalam daftar Jurisdictions with strategic deficiencies.

    Dengan demikian, daftar negara/yurisdiksi yang masuk kedalam Jurisdictions under Increased Monitoring pada periode Juni 2023 adalah sebagai berikut:

TanggalJurisdictions with strategic deficienciesJurisdictions no longer Subject to monitoring
24 Juni 2023

Albania

Afrika Selatan

Barbados

Burkina Faso

Cayman Islands

Filipina

Gibraltar

Haiti

Jamaica

Kamerun

Kroasia

Mali

Mozambique

Nigeria

Panama

Republik Demokratik Kongo

Senegal

Sudan Selatan

Suriah

Tanzania

Turki

Uganda

Uni Emirat Arab

Vietnam

Yaman

Yordania

Sebagai perbandingan, daftar per Februari 2023 adalah sebagai berikut:

TanggalJurisdictions with strategic deficienciesJurisdictions no longer Subject to monitoring
24 Februari 2023

Albania

Afrika Selatan

Barbados

Burkina Faso

Cayman Islands

Filipina

Gibraltar

Haiti

Jamaica

Mali

Mozambique

Nigeria

Panama

Republik Demokratik Kongo

Senegal

Sudan Selatan

Suriah

Tanzania

Turki

Uganda

Uni Emirat Arab

Yaman

Yordania

Kamboja

Maroko

 

https://www.fatf-gafi.org/en/publications/High-risk-and-other-monitored-jurisdictions/Increased-monitoring-june-2023.html

 

Menindaklanjuti hal tersebut, kami menghimbau para Penyedia Jasa Keuangan untuk memperhatikan informasi negara-negara berisiko yang telah ditetapkan oleh FATF beserta informasi defisiensi strategis dari tiap negara dimaksud untuk ditindaklanjuti sesuai yang dipersyaratkan dan sesuai kewajiban penerapan program APU PPT dan PPPSPM berbasis risiko yang diatur pada Peraturan OJK N​omor 8 Tahun 2023.

Artikel Terkait Lain