Informasi Negara Berisiko Tinggi yang Dipublikasikan oleh FATF – Oktober 2022

Pada Oktober 2022 lalu, FATF kembali mempublikasikan informasi negara berisiko tinggi dan tidak kooperatif sebagai berikut:

1.     High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Action

High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Action adalah negara/yurisdiksi berisiko tinggi yang memiliki defisiensi strategis signifikan pada rezim pencegahan dan pemberantasan pencucian uang, pendanaan terorisme dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM). FATF meminta semua anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan EDD, dan dalam keadaan yang sangat serius, menerapkan countermeasures terhadap negara yang diidentifikasi berisiko tinggi dalam rangka melindungi sistem keuangannya dari kegiatan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan PPSPM. Sebelumnya, daftar ini lebih dikenal dengan istilah Black List.

  • High-Risk Jurisdictions subject to a Call Countermeasures

Sehubungan dengan pandemi Covid-19, sejak Februari 2020 FATF memutuskan untuk menunda proses review terhadap Korea Utara dan Iran. Oleh karena itu, FATF menyatakan bahwa status Korea Utara dan Iran sebagai High-Risk Jurisdictions subject to a Call Countermeasures masih berlaku sebagaimana statement yang dikeluarkan pada periode Februari 2020, walaupun penyataan tersebut mungkin tidak mencerminkan kondisi terkini dari rezim APU PPT di negara-negara tersebut. FATF menyerukan anggotanya untuk menerapkan countermeasures yang tepat, independen, efektif dan proporsional dalam rangka melindungi sistem keuangan internasional dari risiko pencucian uang, pendanaan terorisme, dan PPSPM. Negara yang masuk ke dalam daftar High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Countermeasures periode Februari 2020 hinggi periode saat ini adalah sebagai berikut:

  • Korea Utara (Democratic People's Republic of Korea/DPRK)

Korea Utara dinilai gagal mengatasi defisiensi signifikan dalam rezim APU PPT dan ancaman serius yang ditimbulkannya terhadap integritas sistem keuangan internasional. FATF mendesak Korea Utara untuk segera mengatasi defisiensi tersebut. Lebih jauh, FATF memberi perhatian yang serius atas ancaman yang ditimbulkan oleh kegiatan terlarang Korea Utara terkait dengan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal dan PPSPM.

  • Iran

Pada Juni 2016, Iran berkomitmen untuk mengatasi defisiensi strategisnya dengan tengga waktu sampai dengan Januari 2018. Pada Februari 2020, FATF mencatat Iran belum menyelesaikan rencana aksi tersebut. Saat ini, mengingat kegagalan Iran untuk memberlakukan Palermo and Terrorist Financing Conventions sejalan dengan Standar FATF, FATF menyerukan kepada para anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan countermeasure yang efektif.

  • High-Risk Jurisdiction subject to a FATF call on its members and other jurisdictions to apply enhanced due diligence measures proportionate to the risks arising from the jurisdiction

Pada Februari 2020, Myanmar berkomitmen untuk menindaklanjuti defisiensi strategisnya. Jangka waktu action plan bagi Myanmar berakhir pada September 2021.

Pada Juni 2022, FATF sangat mendesak Myanmar untuk segera menyelesaikan action plan pada Oktober 2022 atau FATF akan meminta anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan enhanced due diligence terhadap hubungan bisnis dan transaksi dengan Myanmar. Mengingat sangat rendahnya kemajuannya dan sebagian besar action plan belum ditindaklanjuti hingga tahun melewati tenggat waktu action plan, FATF memutuskan dan meminta anggotanya dan yurisdiksi lain untuk menerapkan enhanced due diligence sesuai dengan risiko yang timbul dari Myanmar. Saat menerapkan langkah-langkah enhanced due diligence, negara harus memastikan bahwa aliran dana untuk bantuan kemanusiaan, aktivitas Non-Profit Organization (NPO) yang sah, dan pengiriman uang tidak terganggu.

Myanmar harus terus berupaya menerapkan action plan untuk mengatasi defisiensi mereka, termasuk dengan: (1) menunjukkan pemahaman yang lebih baik tentang risiko TPPU; (2) menunjukkan bahwa pemeriksaan on-site/offsite dilakukan secara berbasis risiko; (3) mendemonstrasikan peningkatan keterlibatan Lembaga Intelejen Keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) dalam investigasi oleh apparat penegak hukum, dan meningkatkan analisis operasional dan diseminasi oleh FIU; (4) memastikan bahwa pencucian uang diselidiki/dihukum sesuai dengan risikonya; (5) mendemonstrasikan investigasi kasus TPPU transnasional dengan kerjasama internasional; (6) menunjukkan peningkatan pembekuan/penyitaan dan penyitaan hasil kejahatan, alat-alat, dan/atau barang lainnya yang nilainya setara; (7) mengelola barang sitaan untuk menjaga nilai barang sitaan tersebut; dan (8) menunjukkan penerapan targeted financial sanction terkait dengan PPSPM.

FATF mendesak Myanmar untuk segera mengatasi defisiensi penerapan program APU PPT di mana Myanmar akan tetap berada dalam daftar High-Risk Jurisdiction Call for Action sampai rencana aksi lengkapnya selesai.

https://www.fatf-gafi.org/publications/high-risk-and-other-monitored-jurisdictions/documents/call-for-action-october-2022.html  

2.     Jurisdictions under Increased Monitoring

Jurisdictions under Increased Monitoring adalah daftar yurisdiksi yang secara aktif bekerja sama dengan FATF untuk mengatasi defisiensi strategis dalam rezim APU PPT mereka. Dalam hal FATF menempatkan suatu yurisdiksi ke dalam status under Increased Monitoring, berarti yurisdiksi tersebut telah berkomitmen untuk menyelesaikan defisiensi strategis yang teridentifikasi oleh FATF dengan cepat dalam jangka waktu yang disepakati dan dipantau secara ketat oleh FATF. Sebelumnya, daftar ini lebih dikenal sebagai Grey List, yang terdiri dari 2 (dua) kategori, sebagai berikut:

  • Jurisdictions with strategic deficiencies, yaitu yurisdiksi yang dinilai belum mengimplementasikan action plan penerapan program APU PPT sehingga dipantau secara ketat; dan
  • Jurisdictions no longer subject to monitoring, yaitu yurisdiksi yang dianggap telah memiliki kemajuan signifikan sehingga berhasil keluar dari daftar jurisdictions with strategic deficiencies.

FATF dan FATF-style regional bodies (FSRBs) terus bekerja dengan yurisdiksi yang disebutkan di bawah sebagaimana FATF melaporkan kemajuan yurisdiksi masing-masing dalam mengatasi kekurangan strategis mereka. FATF menyerukan kepada yurisdiksi ini untuk menyelesaikan action plan dengan cepat dan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. FATF menyambut baik komitmen yang diberikan dan akan terus memantau kemajuan mereka. FATF tidak menghimbau penerapan langkah-langkah enhanced due diligence untuk diterapkan terhadap yurisdiksi dimaksud. Dalam hal ini, Standar FATF tidak menganjurkan untuk melakukan de-risking, atau memutus hubungan usaha dengan seluruh nasabah dari yurisdiksi tersebut, melainkan Standar FATF menyerukan untuk menerapkan pendekatan berbasis risiko dan mempertimbangkan informasi dari negara – negara ini dalam analisis risiko yang dilakukan.

FATF, secara berkelanjutan, terus mengidentifikasi yurisdiksi lain yang memiliki kekurangan strategis dalam rezim mereka untuk melawan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi. Sejumlah yurisdiksi belum ditinjau oleh FATF dan FSRB, namun akan dilakukan sesuai dengan jadwalnya.

Sejak awal Pandemi Covid-19, FATF telah memberikan fleksibilitas kepada yurisdiksi yang tidak melaporkan sesuai tenggat waktu, untuk segera melaporkan kemajuan secara sukarela. Negara-negara berikut telah ditinjau kemajuannya oleh FATF sejak Juni 2022: Albania, Barbados, Burkina Faso, Cayman Islands, Filipina, Haiti, Jamaika, Jordania, Kamboja, Mali, Malta, Maroko, Myanmar, Nicaragua, Pakistan, Panama, Senegal, Sudan Selatan, Turki, Uni Emirat Arab dan Uganda.

Sementara itu, Gibraltar memilih menunda pelaporan untuk fokus pada upayanya, dengan demikian status Gibraltar masih tetap sama seperti pada Juni 2022, walaupun mungkin tidak mencerminkan kondisi terbari dari rezim APU PPT pada Uni Emira Arab. FATF saat ini juga mengidentifikasi Republik Rakyat Kongo, Mozambique, dan Tanzania sebagai yurisdiksi yang masuk ke dalam daftar Jurisdictions with strategic deficiencies.

FATF menyambut baik kemajuan yang dibuat oleh negara-negara ini dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme, terlepas dari tantangan yang ditimbulkan oleh COVID-19.

Dengan demikian, daftar negara/yurisdiksi yang masuk kedalam Jurisdictions under Increased Monitoring pada periode Oktober 2022 adalah sebagai berikut:

TanggalJurisdictions with strategic deficienciesJurisdictions no longer Subject to monitoring
21 Oktober 2022

Albania

Barbados

Burkina Faso

Cayman Islands

Filipina

Gibraltar

Haiti

Jamaica

Kamboja

Mali

Maroko

Mozambique

Panama

Republik Rakyat Kongo

Senegal

Sudan Selatan

Suriah

Tanzania

Turki

Uganda

Uni Emirat Arab

Yaman

Yordania

Nicaragua

Pakistan

Sebagai perbandingan, daftar per Juni 2022 adalah sebagai berikut:

TanggalJurisdictions with strategic deficienciesJurisdictions no longer Subject to monitoring
17 Juni 2022

Albania

Barbados

Burkina Faso

Cayman Islands

Filipina

Gibraltar

Haiti

Jamaica

Kamboja

Mali

Maroko

Myanmar

Nicaragua

Pakistan

Panama

Senegal

Sudan Selatan

Suriah

Turki

Uganda

Uni Emirat Arab

Yaman

Yordania

Malta

 

https://www.fatf-gafi.org/publications/high-risk-and-other-monitored-jurisdictions/documents/increased-monitoring-october-2022.html

 

Menindaklanjuti informasi tersebut, OJK menghimbau Penyedia Jasa Keuangan untuk menindaklanjutinya dengan melakukan mitigasi risiko sesuai dengan ketentuan penerapan program APU PPT yang berlaku.


Artikel Terkait Lain