Informasi Negara Berisiko Tinggi yang Dipublikasikan oleh FATF - 21 Februari 2020

Menunjuk Pasal 36 POJK Nomor 12/POJK.01/2017 jo. POJK Nomor 23/POJK.01/2019 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan terkait Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang melakukan hubungan usaha dengan Nasabah dan atau melakukan transaksi yang berasal dari Negara Berisiko Tinggi (High Risk Countries) yang dipublikasikan Financial Action Task Force (FATF) untuk dilakukan langkah pencegahan (countermeasures, PJK wajib melakukan Enhance Due Dilligence (EDD) dan meminta konfirmasi serta klarifikasi kepada otoritas terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, dapat kami informasikan hal-hal sebagai berikut:

Pada laman resminya, FATF telah mengunggah informasi terkait negara berisiko tinggi dan tidak kooperatif periode Februari 2020, yakni sebagai berikut:

1. High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Action

High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Action adalah daftar negara/yurisdiksi yang berisiko tinggi dimana negara tersebut memiliki kekurangan strategis yang signifikan pada rezim APU PPT negara tersebut. Untuk semua negara yang diidentifikasi FATF berisiko tinggi, FATF meminta semua anggota dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan EDD, dan dalam keadaan yang serius, menerapkan countermeasures untuk melindungi sistem keuangannya dari kegiatan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal yang risikonya berasal dari negara-negara berisiko tinggi tersebut. Pada periode sebelumnya, daftar ini disebut dengan Public Statement. Adapun negara yang masuk kedalam daftar High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Action adalah sebagai berikut:

  1. Korea Utara (Democratic People's Republic of Korea/DPRK)

    Terkait kegagalan DPRK untuk mengatasi defisiensi yang signifikan dalam rezim APU PPT dan ancaman serius yang ditimbulkannya terhadap integritas sistem keuangan internasional, FATF mendesak DPRK untuk segera mengatasi defisiensi tersebut. Lebih jauh, FATF memiliki perhatian yang serius dengan ancaman yang ditimbulkan oleh kegiatan terlarang DPRK terkait dengan proliferasi senjata pemusnah massal (WMD) dan pendanaannya.
  2. Iran
    Pada Juni 2016, Iran berkomitmen untuk mengatasi difisiensi strategisnya. Rencana aksi Iran berakhir pada Januari 2018. Pada Februari 2020, FATF mencatat Iran belum menyelesaikan rencana aksi tersebut. Saat ini, mengingat kegagalan Iran untuk memberlakukan Palermo and Terrorist Financing Conventions sejalan dengan Standar FATF, FATF sepenuhnya mengangkat penangguhan langkah-langkah balasan dan menyerukan kepada para anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan countermeasure yang efektif, sejalan dengan Rekomendasi 19.

http://www.fatf-gafi.org/publications/high-risk-and-other-monitored-jurisdictions/documents/call-for-action-february-2020.html

2.  Jurisdictions under Increased Monitoring

Jurisdictions under Increased Monitoring adalah daftar yurisdiksi yang secara aktif bekerja dengan FATF untuk mengatasi kekurangan strategis di rezim APU PPT mereka. Ketika FATF menempatkan yurisdiksi di bawah pengawasan yang meningkat, itu berarti negara tersebut telah berkomitmen untuk menyelesaikan dengan cepat kekurangan strategis yang teridentifikasi dalam jangka waktu yang disepakati dan dipantau secara ketat. Sebelumnya aftar ini disebut dengan Improving Global AML/CFT Compliance On-going Process. Dalam datfar ini terdapat 2 (dua) kategori yurisdiksi yakni Jurisdictions with strategic deficiencies yaitu yurisdiksi yang dinilai belum mengimplementasikan action plan penerapan program APU PPT sehingga dipantau secara ketat, dan Jurisdictions no longer subject to monitoring yaitu yurisdiksi yang dianggap telah memiliki kemajuan signifikan sehingga berhasil keluar dari daftar negara berisiko tinggi dan yurisdiksi lain yang dipantau. Adapun daftar negara tersebut pada per 21 February 2020 adalah sebagai berikut:

TanggalJurisdictions with strategic deficienciesJurisdictions no longer Subject to monitoring
21 Februari 2020

Albania

The Bahamas

Barbados

Botswana

Cambodia

Ghana

Iceland

Jamaica

Mauritius

Mongolia

Myanmar

Nicaragua

Pakistan

Panama

Syria

Uganda

Yemen

Zimbabwe

Trinidad and Tobago

 

Sebagai perbandingan, daftar per 18  Oktober 2019 adalah sebagai berikut:

TanggalJurisdictions with strategic deficienciesJurisdictions no longer Subject to monitoring
18 October 2020

The Bahamas

Botswana

Cambodia

Ghana

Iceland

Mogolia

Pakistan

Panama

Syria

Trinidad and Tobago

Yemen

Zimbabwe

Ethiopia

Sri Lanka

Tunisia

 

Berdasarkan dua tabel di atas, diketahui bahwa Albania, Barbados, Jamaica, Mauritius, Myanmar, Nicaragua, dan Uganda merupakan negara baru yang termasuk dalam daftar negara pada kategori Jurisdictions with strategic deficiencies pada periode ini. Sementara itu, Trinidad dan Tobago telah keluar dari daftar negara berisiko tinggi dan yurisdiksi lain yang dipantau yang mana pada periode sebelumnya, negara tersebut termasuk pada kategori Jurisdictions with strategic deficiencies.

http://www.fatf-gafi.org/publications/high-risk-and-other-monitored-jurisdictions/documents/increased-monitoring-february-2020.html

Menindaklanjuti hal tersebut kami para Penyedia Jasa Keuangan untuk menindaklanjuti dengan melakukan mitigasi risiko sesuai dengan ketentuan penerapan program APU PPT yang berlaku dan penerapan program APU PPT berbasis risiko di perusahaan masing-maing.


Artikel Terkait Lain