Webinar “Mengelola Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Masa Pandemi Covid-19” oleh PT Pegadaian (Persero)”

Grup Penanganan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (GPUT), diwakili Ibu Dewi Fadjarsari H, telah menjadi narasumber dalam pelaksanaan webinar yang diselenggarakan oleh PT Pegadaian (Persero) dengan tema "Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Masa Pandemi Covid-19'' secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting Room pada tanggal 8 Agustus 2020. Pelaksanaan pelatihan tersebut dihadiri oleh Pimpinan (Direktur Operasional dan Senior Executive), head of compliance serta ±649 peserta yang berasal dari perwakilan pegawai PT Pegadaian (Persero) di seluruh Indonesia.

Tujuan dari pelaksanaan kegiatan dimaksud adalah dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kompetensi pegawai PT Pegadaian (Persero) terutama di Kantor Cabang dan Bagian Operasional dalam mengelola risiko TPPU/TPPT, khususnya di masa pandemi Covid-19 saat ini.

webminar pegadaian - 1.jpg webminar pegadaian - 2.jpg

Dalam kesempatan tersebut, OJK memaparkan materi yang meliputi:

  • Rezim APU PPT (Internasional dan Indonesia)
    • Informasi terkait Financial Action Task Force (FATF) sebagai badan yang menetapkan standar internasional atas penerapan program APU PPT dan juga Asia Pacific Group on Anti Money Laundering (APG) yang merupakan FATFs Style Regional Body. Indonesia saat ini merupakan anggota dari APG dan juga merupakan observer dari FATF (sedang mengajukan diri untuk menjadi anggota FATF).
    • Tidak patuhnya suatu negara pada rekomendasi FATF akan menyebabkan negara tersebut masuk kedalam daftar negara yang tidak kooperatif yang dipublikasikan oleh FATF secara berkala. Pelanggaran penerapan program APU PPT di beberapa negara ditindak tegas oleh Lembaga Berwenang dengan dikenakannya sanksi administratif dengan jumlah yang signifikan.
    • Negara yang penerapan program APU PPT yang telah berjalan baik, akan tampak pada bebarapa penilaian internasional antara lain AML Basel Index, CPI, Rule of Law, UNODC terkait narkotika, peringkat ease of doing business. Program APU PPT digunakan untuk menjaga kedaulatan dan martabat bangsa dan negara untuk menghindari disalah-gunakannya sistem keuangan oleh pelaku kejahatan sehingga terwujud integritas sistem keuangan. Dalam penerapan program APU PPT, yang salah adalah tindak pidana asalnya seperti korupsi, narkotika, penggelapan pajak, penipuan, kejahatan di bidang perbankan, pasar modal dan perasuransian serta lingkungan hidup, kelautan, penggelapan migran. dimana uang adalah sesuatu yang pasif. Dibayangkan apabila dana korupsi yang tertanam menjadi harta tidak produktif seperti apartemen, rumah/mobil mewah, perhiasan, logam mulia yang seharusnya digunakan untuk membangun fasilitas publik yang baik seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya. Program APU PPT adalah pendekatan yang common sense dengan menelusuri aliran dana yang dilakukan oleh semua negara di dunia yang tunduk pada rezim APU PPT sesuai rekomendasi FATF.
    • Rezim APU PPT di Indonesia dimana OJK selaku Lembaga Pengawas dan Pelapor (LPP) berperan pada sisi pencegahan bersama dengan PPATK dan Pihak Pelapor dalam hal ini Penyedia Jasa Keuangan (PJK). Peran OJK sangat besar dan signifikan dalam Rezim APU PPT Indonesia, mengingat pihak pelapor yang berada dibawah pengawasannya juga signifikan. Selain itu dipaparkan fungsi dan peran dari PJK selaku garda terdepan dalam penerapan program APU PPT.
  • Point of concern penerapan program APU PPT
  • Secara garis besar dipaparkan terkait dengan proses Customer Due Dilligence (CDD) sederhana, CDD atau Enhanced Due Dilligence (EDD) berupa identifikasi, verifikasi dan pemantauan terhadap Nasabah, calon nasabah dan Beneficial Owner (BO) yang merupakan proses krusial dalam penerapan program APU PPT. Selain itu juga dipaparkan pentingnya untuk memperoleh informasi BO. Termasuk korporasi yang sering menjadi vehicle oleh para pelaku kejahatan. Termasuk juga terhadap DTTOT dan daftar profliferasi senjata pemusnah massal yang menjadi perhatian dari penilai dimana PJK harus memastikan nasabah dan calon nasabahnya tidak terdapat dalam daftar tersebut. Diingatkan juga agar PJK menyamapailan laporan nihil apabila tidak terdapat kesamaan nama dan informasi lainnya dalam DTTOT dan Daftar Proliferasi dalam sistem yang disebut SIGAP.

  • Pelaksanaan assessment kepatuhan prinsip internasional 
  • Perjalanan Indonesia untuk menjadi anggota FATF, mulai dari pelaksanaan Mutual Evaluation Review oleh Asia Pacific Group on Anti Money Laundering pada tahun 2017-2018, dimana hasil temuannya dijadikan priority action plan oleh OJK untuk perbaikan. Kemudian disampaikan pentingnya dan manfaat apabila Indonesia menjadi anggota FATF.

  • Respon FATF atas pandemi Covid-19
  • Menanggapi krisis yang ditimbulkan oleh penyebaran Covid-19 yang dinilai jauh melampaui krisis ekonomi yang pernah terjadi, FATF telah menyampaikan respon mengenai potensi risiko TPPU/TPPT dan rekomendasi kebijakan bidang penanganan program APU PPT yang perlu diperhatikan dan diwaspadai di tengah kondisi pandemi Covid-19 antara lain khususnya untuk memberantas Illicit Financing dan juga Organisasi Nirlaba.

  • Gambaran risiko TPPU/TPPT akibat pandemi Covid-19.
  • Kondisi pandemi Covid-19 menimbulkan era baru yang perlu penyesuaian lebih lanjut. Sebagai contoh terkait dengan kondisi atas kelangkaan alat kesehatan yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan sehingga timbul emerging risk diantaranya penipuan terkait penyediaan alat kesehatan, begitupun dengan kegiatan penggalangan dana yang dimanfaatkan untuk melakukan penghimpunan dana yang kemudian disalahgunakan, serta penipuan yang terkait dengan bantuan dari Pemerintah yang kemudian disalahgunakan sehingga tidak sampai kepada pihak yang seharusnya yang juga terjadi di berbagai negara.

  • Respon OJK atas FATF Statement on Covid-19.
  • Sejalan dengan tanggapan FATF, OJK telah melakukan langkah-langkah diantaranya dengan optimalisasi pemanfaatan sarana elektronik, penggunaan digital ID dalam proses CDD, CDD Sederhana, penerimaan nasabah sebelum verifikasi diselesaikan, verifikasi non face to face, penerapan pengawasan APU PPT berbasis risiko, kajian khusus terkait risiko TPPU/TPPT akibat Covid-19 dan peningkatan penerapan Risk Based Approcah (RBA) di Sektor Jasa Keuangan.

  • Rekomendasi penerapan program APUPPT di masa pandemi Covid-19 untuk Penyedia Jasa Keuangan.
    • Peningkatan kewaspadaan atas timbulnya risiko TPPU/TPPT akibat kondisi pandemi Covid-19;
    • Peningkatan kewaspadaan dalam menyikapi peningkatan aktivitas usaha Yayasan atau Lembaga amal (non-profit organization/NPO); dan
    • Mengoptimalkan penggunaan CDD sederhana terhadap calon nasabah atau transaksi yang tingkat risiko terjadinya TPPU/TPPT tergolong rendah.


Artikel Terkait Lain