Koordinasi Tahunan dan Arahan Presiden RI mengenai Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT

Pertemuan Koordinasi Tahunan Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT Tahun 2021 telah diselenggarakan secara virtual pada tanggal 14 Januari 2021. Agenda utama pertemuan ini adalah mendengarkan Arahan Presiden RI dalam rangka memperkuat rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) untuk menjaga integritas dan stabilitas sistem perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.

Pertemuan ini dihadiri oleh seluruh anggota Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Komite TPPU) yang terdiri dari perwakilan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perdagangan, Menteri Koperasi dan UKM, Ketua Dewan Komisioner OJK, Menteri Keuangan, perwakilan Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung, Wakil Kepala Kepolisian Negara RI, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepala Badan Narkotika Nasional, dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertemuan ini juga dihadiri oleh stakeholder terkait pada Rezim APU PPT Indonesia yaitu Ketua Mahkamah Agung, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Ketua Asosiasi, dan perwakilan Pihak Pelapor.

Pertemuan diawali dengan Laporan Kepala PPATK dengan tema Peningkatan Sinergi dalam Menjaga Integritas Sistem Keuangan dan Perekonomian Indonesia. PPATK sebagai lembaga yang bertugas dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPU dan TPPT) telah melakukan berbagai upaya bersama dengan para pemangku kepentingan pada Rezim APU PPT Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam menerapkan standar internasional penanganan program APU PPT sesuai Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF). Tantangan dan tuntunan stakeholders yang makin meningkat dan terjadinya kondisi Pandemi Covid-19 di tahun 2020 telah mengubah mekanisme kerja PPATK secara drastis dengan pola skema bekerja di rumah. Namun demikian, torehan positif berhasil dicapai antara lain pemanfaatan hasil analisis dan pemeriksaan PPATK untuk penegakan hukum, pengkinian National Risk Assessment TPPU dan TPPT, peluncuran Financial Integrity Report (FIR), peluncuran skema Kemitraan Strategis Pemerintah dan Swasta (Public-Private Partnership), dan pembentukan Satuan Tugas Nasional Data Statistik Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT.


Selanjutnya, khusus terkait capaian pemanfaatan hasil analisis dan pemeriksaan PPATK ditekankan sebagai berikut: (1) Selama tahun 2020, pemanfaatan terhadap hasil analisis dan pemeriksaan PPATK terkait tindak pidana di bidang Perpajakan telah menghasilkan kontribusi penerimaan negara sebesar Rp 9 triliun sebagai keberhasilan joint-investigation PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; (2) Terkait Tindak Pidana Korupsi, telah dibangun database Politically Exposed Persons (PEPs), keikutsertaan PPATK membantu KPU dan BAWASLU dalam menjaga Pemilu dan Pemilukada yang bersih dari politik uang maupun harta hasil tindak pidana, dan ikut serta membantu seleksi pejabat strategis pemerintahan dan BUMN dengan penelusuran rekam jejak transaksi keuangan; (3) Sepanjang tahun 2020, PPATK telah menyampaikan 60 laporan hasil analisis dan pemeriksaan terkait Tindak Pidana Narkotika kepada BNN dan Kepolisian RI; (4) PPATK memberikan perhatian khusus terhadap Tindak Pidana Penipuan karena bersentuhan langsung dengan masyarakat dan korporasi. Penanganan yang dilakukan PPATK tidak hanya meliputi penipuan sindikat di dalam negeri, namun juga sindikat internasional dengan modus Business Email Compromise; (5) PPATK bersama stakeholder terkait membentuk Satuan Tugas Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT), serta membangun platform sistem pertukaran informasi pendanaan terorisme untuk meningkatan kecepatan dan efektivitas penanganan pendanaan terorisme yang banyak ditemukan dengan pola transaksi penggalangan dana melalui media sosial. Pada akhir laporannya, Kepala PPATK meminta arahan Presiden RI dan dukungan seluruh stakeholder dalam upaya melindungi sistem keuangan dan perekonomian nasional dari ancaman TPPU dan TPPT.

Selanjutnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, selaku Wakil Ketua Komite TPPU, menyampaikan sambutan untuk menyoroti upaya menjaga integritas dan stabilitas sistem perekonomian dan sistem keuangan, serta upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di bidang perekonomian. Komite TPPU telah mengeluarkan output utamanya yaitu penetapan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Stranas TPPU dan TPPT) dengan Stranas TPPU dan TPPT terkini untuk periode 2020-2024 yang memfokuskan pada 5 strategi yaitu 1) Strategi 1 – meningkatkan kemampuan sektor privat untuk mendeteksi indikasi atau potensi TPPU, TPPT dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal dengan memperhatikan penilaian risiko; 2) Strategi 2 – meningkatkan upaya pencegahan terjadinya TPPU dan TPPT dengan memperhatikan penilaian risiko; 3) Strategi 3 – meningkatan efektivitas pemberantasan TPPU dan TPPT dengan memperhatikan penilaian risiko; 4) Strategi 4 – mengoptimalisasikan asset recovery dengan memperhatikan penilaian risiko; 5) Strategi 5 – meningkatkan efektivitas targeted financial sanction dalam rangka mendisrupsi aktivitas terorisme, teroris, organisasi teroris, dan aktivitas proliferasi senjata pemusnah massal.


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, selaku Wakil Ketua Komite TPPU, menyampaikan apresiasi atas terlaksanaya pertemuan koordinasi tahunan ini yang dinilai sangat strategis. Hal ini mengingat kondisi yang terdampak Pandemi Covid-19 sehingga dijalankan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang memerlukan kesungguhan dan biaya yang sangat besar, serta kontribusi dari segenap komponen bangsa. Sejalan dengan hal tersebut, Financial Action Task Force (FATF) dalam laporannya menjelaskan bahwa, saat ini, pencucian uang terjadi dalam varian berbeda yang melibatkan pemalsuan alat-alat kesehatan, cybercrime, penipuan investasi, penipuan yang berkedok kegiatan sosial, termasuk penyalahgunaan dalam stimulus ekonomi. Oleh karena itu, penuntasan proses Mutual Evaluation dalam rangka keanggotaan penuh Indonesia dalam FATF, maupun upaya membangun sistem untuk mencegah terjadinya penyimpangan di berbagai sektor, perlu menjadi perhatian bersama. Secara khusus, kepada seluruh Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) disampaikan bahwa perubahan pola transaksi keuangan secara online akibat pembatasan pergerakan, serta volatilitas keuangan dan kontraksi ekonomi perlu menjadi perhatian. Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah memperkuat penerapan pengawasan APU PPT berbasis risiko sebagaimana disyaratkan dalam standar FATF. Pada akhir sambutannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI meminta dukungan Presiden atas penetapan dua RUU yang dapat memperkuat Rezim APU PPT Indonesia yaitu RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal dan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang diharapkan dapat menjadi prioritas tahun 2021. Komite TPPU juga akan terus mengawal dan memonitor program PEN yang salah satunya melalui sinergitas yang melibatkan sektor swasta melalui Public Private Partnership.

Agenda utama pertemuan koordinasi tahunan ini adalah arahan Presiden RI yang dimulai dengan penyampaian apresiasi kepada seluruh Kementerian/ Lembaga yang terlibat dalam penguatan Rezim APU PPT Indonesia dan mengharapkan pertemuan ini dapat menghasilkan rekomendasi yang strategis, nyata, dan konkrit. Koordinasi dan sinergi seluruh pemangku kepentingan menjadi fokus utama untuk ditingkatkan, terlebih dalam mengatasi situasi domestik dan global yang sulit akibat Pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Seluruh pemangku kepentingan untuk terus melakukan upaya antisipasi atas perkembangan dan kondisi yang dapat mengganggu integritas dan stabilitas sistem perekonomian dan keuangan Indonesia, khususnya terkait upaya pembenahan shadow economy dan mengatasi kejahatan ekonomi secara lebih efektif termasuk cyber crime. Presiden RI menyambut baik terobosan kerja sama antara sektor publik dan privat dalam Public Private Partnership yang disebut INTRACNET dan mengarahkan agar dioptimalkan untuk menangani persoalan struktural termasuk upaya penyelamatan aset negara.


Presiden RI secara khusus menyampaikan arahan kepada PPATK yang diharapkan dapat memainkan peran lebih yang tidak hanya menargetkan menjadi world class financial intelligence unit, tapi juga berkontribusi membantu program Pemerintah dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan pengawasan penyaluran bantuan sosial. Presiden RI juga meminta PPATK untuk terus mengawal pengisian jabatan strategis melalui peran aktif penelusuran rekam jejak. Selanjutnya, kepada para penegak hukum diharapkan komitmen dan konsistensi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana ekonomi dan keuangan yang harus diikuti dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU. Hal ini akan memberikan efek jera kepada pelaku serta membantu asset recovery secara signifikan. Presiden RI juga mengharapkan para penegak hukum dapat melakukan upaya disrupsi pencegahan pendanaan terorisme yang saat ini sering dilakukan melalui permintaan donasi yang menyalahgunakan simpati masyarakat. Salah satunya dengan mengoptimalkan Satuan Tugas DTTOT sebagai salah satu instrumen pertukaran informasi secara cepat, tepat, dan akurat sehingga upaya disrupsi berjalan efektif. Pada akhir arahannya, Presiden RI mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja dan berkarya untuk rezim APU PPT menuju Indonesia maju.

Acara dilanjutkan dengan penyampaian "Langkah-Langkah Nyata Upaya Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT" oleh perwakilan sektor publik yaitu Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Keuangan RI, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, Jaksa Agung RI, Wakil Kepala Kepolisian Negara RI, Wakil Komisi Pemberantasan Korupsi, Ketua Badan Narkotika Nasional. Secara umum, seluruh perwakilan sektor publik menyampaikan komitmennya pada Rezim APU PPT Indonesia termasuk untuk menindaklanjuti arahan Presiden RI. Para perwakilan sektor publik juga melaporkan capaian dan kesuksesan penguatan Rezim APU PPT sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing termasuk berbagai kesuksesan yang diraih dari hasil sinergi antar Kementerian/Lembaga seperti melalui pelaksanaan joint investigation dan joint audit.

Seluruh perwakilan sektor publik juga telah memahami pentingnya Mutual Evaluation Review (MER) dalam rangka keanggotaan penuh Indonesia pada FATF dan berkomitmen untuk memenuhi seluruh standar FATF guna mendukung kesuksesan MER.


Ketua Dewan Komisioner OJK menjadi salah satu perwakilan sektor publik yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan upaya sinergi dan langkah nyata yang telah dilakukan OJK untuk upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Pada kesempatan tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK menyampaikan bahwa OJK dan Sektor Jasa Keuangan memiliki peran dan tanggung jawab yang vital dalam upaya besar pengaturan, pengawasan, dan enforcement penerapan program APU PPT. Oleh karena itu, OJK mendukung berbagai kebijakan Komite TPPU dan Strategi Nasional TPPU dan TPPT 2020-2024 dan berkomitmen tinggi dalam memastikan kepatuhan pada berbagai standar APU PPT. Berbagai upaya tersebut dilakukan sejalan dengan persiapan Indonesia menghadapi MER oleh FATF dimana Indonesia merupakan satu-satunya negara G20 yang belum menjadi anggota FATF. Lebih jauh, OJK menyadari tantangan ke depan akan semakin berat seiring dengan digitalisasi yang masif dan semakin kompleksnya suatu transaksi keuangan. Untuk itu, OJK telah memanfaatkan teknologi informasi dalam mengimplementasikan program APU PPT guna meningkatkan efektivitas, kecepatan, dan kualitas analisa dalam bidang pengawasan APU PPT. OJK juga mengharapkan implementasi RegTech dan SupTech dapat semakin menguatkan efektivitas penerapan program APU PPT di Indonesia. Dalam penutupannya, Ketua Dewan Komisioner OJK menyampaikan kesiapan untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi yang efektif dengan seluruh pemangku kepentingan untuk penguatan Rezim APU PPT Indonesia dan untuk menghasilkan penilaian MER yang dapat mendukung Indonesia menjadi anggota penuh FATF.


Selain perwakilan sektor publik, perwakilan sektor privat juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan tanggapan yang terdiri dari Ketua Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan, Ketua Himpunan Bank Milik Negara, dan Ketua Perhimpunan Bank Nasional. Perwakilan sektor privat menyampaikan kesiapan untuk melakukan sinergi untuk penguatan rezim APU PPT di Indonesia. Disampaikan juga beberapa masukan yaitu dalam pelaksanaan Public Private Partnership diperlukan payung hukum yang jelas khususnya terkait secrecy dan anti tipping-off, sektor privat perlu dibekali dengan feedback dari PPATK atas penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) sehingga dapat meningkatkan kualitas pelaporan dan juga Financial Integrity Rating PPATK, kebutuhan database yang kredibel dan aplikatif untuk membantu proses verifikasi sehingga mampu mencegah pemalsuan identitas dan cyber crime, dan pemanfaatan database nasional dari Politically Exposed Persons (PEP) yang dikelola oleh PPATK.



Artikel Terkait Lain