Webinar: Peluang, Tantangan, dan Dampak Pemanfaatan Teknologi Baru untuk Penguatan Rezim APU PPT

OJK, dalam hal ini Grup Penanganan APU PPT (GPUT) dan Grup Inovasi Keuangan Digital, bekerjasama dengan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menyelenggarakan Webinar: Peluang, Tantangan, dan Dampak Pemanfaatan Teknologi Baru untuk Penguatan Rezim APU PPT pada tanggal 23 – 24 Februari 2022. Webinar ini merupakan bagian dari event Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022, khususnya untuk mendukung salah satu pilar utama Presidensi Indonesia pada G20, yaitu Tranformasi Digital. Webinar ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terkait tantangan dan peluang pemanfaatan teknologi baru di bidang APU PPT serta dampak dari teknologi baru terhadap peningkatan efektivitas program APU PPT, baik dari sisi Regulatory Technology, Supervisory Technology, Digital Customer Due Diligence (CDD), hingga isu cybersecurity. Kegiatan ini dihadiri oleh 3.024 peserta yang terdiri dari perwakilan Satuan Kerja OJK, perwakilan Penyedia Jasa Keuangan yang membidangi APU PPT, perwakilan penyelenggara Inovasi Keuangan Digital terkait APU PPT, perwakilan asosiasi sektor jasa keuangan, serta perwakilan Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Bank Indonesia, Bappebti Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, BIN, BNPT, BNN, PPATK, dan Kementerian Dalam Negeri), serta masyarakat umum.

Webinar New Technology - 1.JPG

Webinar dibuka oleh Deputi Komisioner Internasional dan Riset OJK, Bapak Hernawan B. Sasongko yang menyampaikan bahwa PJK dan OJK, sebagai Lembaga Pengawas dan Pengatur, tidak boleh terlambat dalam memanfaatkan teknologi baru secara bijaksana. Selanjutnya, Mr. Collie F. Brown selaku Country Manager on Anti-Money Laundering UNODC  menegaskan bahwa UNODC berkomitmen mendukung Indonesia dalam upaya memerangi aliran keuangan gelap yang terkait teknologi digital baru. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bapak Ivan Yustiavandana turut hadir menyampaikan remarks bahwa teknologi baru membuka semakin banyak pilihan dan metode untuk penjahat sehingga teknologi baru juga harus dimanfaatkan untuk mendorong penerapan program APU PPT yang lebih cepat, murah, dan efektif. Dalam dua tahun terakhir, PPATK telah memanfaatkan teknologi yang mengubah secara substansial cara analitis dan proses bisnis di PPATK. PJK diharapkan dapat memanfaatkan teknologi baru untuk meningkatkan akurasi deteksi transaksi keuangan mencurigakan (TKM), memprediksi terjadinya kejahatan, dan meningkatkan kualitas CDD.

Selanjutnya, keynote speakers pertama pada webinar ini adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Bapak M. Mahfud MD yang memberikan arahan untuk memperkuat pemahaman dan sinergi antara OJK, PJK, dan Kementerian/Lembaga terkait APU PPT dalam penguatan regulasi yang mengatur berbagai bentuk teknologi baru secara holistik dalam lingkup APU PPT, penanganan teknologi baru secara komprehensif terkait penerapan lima pilar APU PPT, antisipasi berbagai peluang dan tantangan dalam penggunaan teknologi baru, termasuk isu keamanan dan kejahatan siber, serta penggunaan teknologi baru pada penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) secara digital. Keynote speech selanjutnya disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Bapak Wimboh Santoso yang menegaskan bahwa OJK berkomitmen mendukung perkembangan teknologi baru di era digital ini sekaligus memastikan regulatory framework dapat beradaptasi dengan inovasi, termasuk dalam pengawasan APU PPT. OJK juga mendorong implementasi teknologi baru dalam meningkatkan kualitas penanganan APU PPT di sektor jasa keuangan (SJK) sehingga meningkatkan tata kelola dan integritas SJK, serta mendorong daya saing SJK, dan iklim investasi nasional. Pada kesempatan tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK juga mengingatkan seluruh pihak, khususnya masyarakat, untuk mewaspadai perkembangan produk dan layanan keuangan berbasis digital yang tidak memiliki underlying dan unregulated sehingga berpotensi dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Webinar yang diselenggarakan selama dua hari ini terdiri dari satu sesi expert talk dan empat sesi panel yang disampaikan 15 pembicara meliputi 10 (sepuluh) pembicara internasional dan 5 (lima) pembicara nasional. Sesi panel pertama dengan topik "Digitalisasi APU PPT berdasarkan Perspektif Global dan Lessons Learned dari Negara Lain" dimoderatori oleh Analis Eksekutif GPUT - Bapak Nelson SE. Siahaan, dengan narasumber Mr. Alexandru Caciuloiu - UNODC Cybercrime and Cryptocurrency Advisor dan Bapak Fithriadi Muslim - Direktur Hukum merangkap Plt. Deputi Pencegahan PPATK. Pada topik ini dijelaskan bahwa pada prinsipnya setiap teknologi memiliki risiko yang perlu dimitigasi.  Perkembangan teknologi dapat mendorong kemudahan dalam transaksi keuangan, tapi juga rentan dimanfaatkan sebagai sarana TPPU dan TPPT. Berdasarkan hasil NRA 2021, tipologi TPPU berisiko tinggi adalah penggunaan identitas palsu yang rentan terjadi di industri Financial Technology (FinTech). Di sisi lain, berbagai peluang teknologi baru tersedia untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan efektivitas program APU PPT baik pada penerapan, pengawasan, intelijen keuangan, maupun penegakan hukum. Regulatory Technology (RegTech) bidang APU PPT dimanfaatkan mulai dari penilaian risiko, identifikasi dan verifikasi nasabah, pemantauan profil nasabah, deteksi transaksi mencurigakan, serta intelejensi untuk mendeteksi dan membangun pola menjadi red-flag. Supervisory Technology (SupTech) dapat digunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pihak pelapor serta menentukan upaya pengawasan secara real time. Teknologi juga memberikan manfaat dalam intelijen keuangan dan penegakan hukum.

Webinar New Technology - 2.JPG

Webinar New Technology - 3.JPGSesi panel kedua dengan topik "Munculnya Risiko dalam Transformasi Layanan Keuangan Digital" dimoderatori oleh Bapak Budi Gandasoebrata - Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dengan narasumber Kepala GIKD OJK, Bapak Triyono, Mr. Vijay Gupta selaku Senior Vice President of India NSDL KYC Registration Agency, dan Ms. Wijitleka Marome selaku Director of Enterprise Risk Management Department Bank of Thailand. India telah memanfaatkan Electronic Know Your Customer (e-KYC) dan Centralized KYC yang menjadikan proses KYC semakin praktis atau tidak berulang meskipun pada PJK yang berbeda sehingga mengurangi biaya dan waktu. Di Indonesia, OJK menerapkan strategi kerangka pengaturan yang seimbang antara mendorong inovasi untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, dengan mitigasi risiko siber dan keamanan data konsumen. OJK, sesuai kewenangannya, melakukan regulatory sandbox sebagai proses untuk menguji inovasi layanan keuangan digital sebelum diluncurkan ke publik. OJK telah mencatat 83 Penyelenggara IKD antara lain klaster e-KYC, RegTech – eSign, dan RegTech – Politically Exposed Person (PEP). Sejalan dengan Indonesia, Bank of Thailand juga mendorong insentif untuk inovasi melalui kolaborasi antar stakeholders; memiliki infrastruktur terbuka dan dapat dijalani bersama; memiliki regulasi yang mendukung seperti Regulatory Sandbox; dan menjalanakan komunikasi yang proaktif.

Webinar hari kedua dibuka oleh Deputi Komisioner OJK Institut dan Keuangan Digital, Bapak Imansyah yang menyampaikan bahwa seluruh kemajuan teknologi keuangan harus diimbangi dengan kesiapan infrastruktur melalui kolaborasi seluruh pihak, baik regulator maupun pelaku usaha, asosiasi, serta pihak terkali lainnya. Hal yang kritikal untuk dilakukan adalah menyeimbangkan dorongan terhadap pemanfaatan teknologi dengan pengelolaan risiko yang timbul dari inovasi digital. Selanjutnya, pada sesi expert talk Mr. Sanjay Jain selaku Chairman of Technology Board MOSIP menjelaskan bahwa India menggunakan berbagai cara inovatif untuk mengakselerasi inklusi keuangan termasuk memanfaatkan India Stack.  India Stack sendiri merupakan teknologi yang menaungi aspek data, pembayaran, dan identitas pada sistem identitas digital Aadhaar, e-KYC, serta pengembangan sistem yang digunakan Pemerintah untuk melakukan transfer benefits dan subsidi (Aadhaar Payment Bridge/APB).

Webinar New Technology - 4.JPG

Sesi panel ketiga mengangkat topik "Suptech dan Regtech untuk Memitigasi Risiko TPPU dan TPPT" yang dimoderatori oleh Bapak Rudi Rusdiah - Ketua Asosiasi Big Data Indonesia dengan narasumber Mr. Alexander Malyshau - UNODC Virtual Assets Expert, Ms. Jo Ann Barefoot - Founder and CEO of Alliance for Innovative Regulation (AIR), Mr. Abhishek Chatter - Founder and CEO of Tookitaki Holding Pte Ltd, dan Bapak Marshall Pribadi - Ketua Asosiasi RegTech dan LegalTech Indonesia (IRLA). Pada sesi ini dipaparkan mengenai pentingnya dan mekanisme pemanfaatan Big Data, Blockchain, Artificial Intelligence (AI), Natural Language Processing (NLP), serta dan Application Programming Interface (API) terhadap RegTech dan SupTech terkait APU PPT. RegTech dimanfaatkan untuk satu alur yang dimulai dari proses onboarding dan name screening, penilaian risiko nasabah, enhanced due diligence, pengkinian informasi nasabah, penilaian risiko dinamis dan berkelanjutan, pengkayaan alerts, manajamen dan investigasi kasus, hingga persiapan pelaporan TKM. Pemanfaatan RegTech di Indonesia masih mengalami tantangan baik dari sisi promosi maupun kebijakan sehingga IRLA telah menyusun 8 (delapan) strategi percepatan adopsi RegTech yang secara paralel dijalani hingga kini. Teknologi yang digunakan RegTech dan SupTech sangat mirip dan interoperable. Namun, perkembangan SupTech masih tertinggal dibandingkan dengan perkembangan RegTech.  

Webinar New Technology - 5.JPG

Sesi panel keempat mengangkat topik "Mitigasi Risiko TPPU/TPPT di Era Inovasi Digital" yang dimoderatori oleh Bapak Dino Milano Siregar - Analis Eksekutif Senior GIKD dengan narasumber Bapak Prof. Dr. Zudan Arif F - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Ibu Dewi Fadjarsarie - Kepala GPUT OJK, Mr. Nizam Ismail, - CEO and Founder Ethikom Consultancy, Bapak Alwin Jabarti Kiemas - Wakil Sekretaris Jendral AFTECH dan Mr. Raunak Kapoor - DFS Specialist & Senior Manager Country Development Program of MSC Indonesia. Pada sesi ini dijelaskan bahwa OJK telah mengakomodir seluruh Rekomendasi FATF termasuk Rekomendasi FATF Nomor 15 terkait New Technology. Data kependudukan di Indonesia telah dimanfaatkan dalam pelayanan pada industri keuangan, khususnya proses e-KYC. Alur e-KYC yang ideal terdiri dari dua poin penting yaitu real-time biometric authentication yang memanfaatkan database identitas nasional, dan customer verification and activation secara otomatis diantaranya menggunakan API. Sebagai upaya mitigasi risiko tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta sejalan dengan ketentuan perundangan yang berlaku antara lain POJK APU PPT, PJK wajib memastikan proses verifikasi digital minimal dilakukan dengan memanfaatkan dua faktor otentikasi, yaitu Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan data biometrik seperti sidik jari. Pada praktiknya, PJK juga meminta tambahan berupa face recognition, liveness detection, dan digital signature. Verifikasi juga dapat dilakukan dengan bantuan sistem Pihak Ketiga secara seamless. Dengan demikian, diharapkan proses identifikasi, otentikasi, dan otorisasi dapat terlaksana secara tepat. PJK juga tetap wajib melakukan pemantauan terhadap nasabah dan transaksinya secara berkesinambungan sebagai bagian dari CDD. Pada prakteknya, di Singapura telah digunakan situs Myinfo yang merupakan percepatan implementasi KYC Digital bagi perorangan. Pada bulan Januari 2018, Monetary Authority of Singapore (MAS), sebagai Otoritas Keuangan di Singapura, telah mengatur penggunaan Myinfo sebagai sumber yang handal dan independen untuk memastikan identitas penduduk pada proses KYC. Pada perkembangannya, Singapura memiliki aplikasi SingPass yang dapat digunakan oleh seluruh warganya untuk mengakses MyInfo, layanan dan data pribadi (KPR, pajak, pinjaman, sertifikasi Pendidikan, ketenagakerjaan, dll), serta mengotorisasi transaksi dengan QR Code sehingga memberikan efisiensi biaya dan waktu. Selanjutnya, dalam kerangka pengawasan, OJK sendiri telah mengembangkan Sistem Informasi Program APU PPT (SIGAP) untuk keseluruhan siklus pengawasan program APU PPT. SIGAP juga dikembangkan untuk membantu PJK dalam pencegahan pendanaan terorisme dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal agar memenuhi prinsip freezing without delay.Webinar New Technology - 6.JPG

Webinar ditutup oleh UNODC Deputy Country Manager for Indonesia and AML CFT Adviser, Ibu Zoelda Anderton yang menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan webinar, terutama seluruh narasumber yang bersedia berbagi pengetahuan dan menyampaikan materi dalam webinar ini, serta GPUT dan GIKD OJK yang telah bekerjasama dengan UNODC untuk penyelenggaraan webinar ini. Kerjasama ini diharapkan dapat terus terjalin demi mendukung penguatan rezim APU PPT, dan pembangunan ekonomi Indonesia. Secara umum, webinar berjalan dengan baik dan lancar yan ditandai dengan partisipasi aktif dari seluruh peserta. Berdasarkan lembar evaluasi yang diisi oleh peserta, hampir seluruh peserta menilai "sangat tinggi" dalam hal relevansi materi webinar untuk pengembangan pekerjaan di Lembaga masing-masing. Peserta juga mengapresiasi narasumber webinar yang dapat menjelaskan dengan baik dan menjawab pertanyaan secara tepat. Webinar ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar untuk menghadapi berbagai tantangan dan risiko dalam penggunaan teknologi baru yang sering dijumpai dalam implementasi program APU PPT. 

Artikel Terkait Lain