Peningkatan Kolaboratif Sinergitas dan Optimalisasi Peran Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari Tindak Pidana Asal (TPA) Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)


Direktorat Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (DAPT) berpartisipasi sebagai salah satu narasumber dalam kegiatan Peningkatan Kolaboratif Sinergitas dan Optimalisasi Peran Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari Tindak​ Pidana Asal (TPA) Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada tanggal 8 November 2023 yang dilaksanakan secara hybrid. Kegiatan dihadiri oleh 142 peserta yang merupakan perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi di seluruh wilayah Indonesia, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Kegiatan KLHK 1.pngDalam kegiatan dimaksud, Bapak Mulyadi Husin selaku Analis Eksekutif memaparkan materi secara virtual terkait Peran Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dalam Penegakan Hukum TPPU dari TPA bidang LHK, dengan pokok-pokok sebagai berikut:

  1. Latar belakang pembentukan OJK, antara lain disebabkan oleh adanya globalisasi & perkembangan teknologi; konglomerasi bisnis; permasalahan sub-sektoral industri keuangan; semkain kompleksnya produk dan jasa keuangan; dan Amanat UU BI.
  2. Peran OJK dalam Rezim APU PPT, di mana OJK selaku Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) berperan pada sisi pencegahan bersama dengan PPATK dan Pihak Pelapor dalam hal ini PJK. Peran OJK sangat besar dan signifikan dalam Rezim APU PPT Indonesia karena pihak pelapor yang diawasinya sangat beragam dan signifikan sehingga OJK dan SJK memegang peranan penting dalam menunjang dan mendukung efektifitas Rezim APU PPT Indonesia.
  3. Peran PJK sebagai Pihak Pelapor dan Penegakan Hukum di TPPU dari TPA bidang LHK, mencakup:
    • Fungsi dan peran LJK sebagai Pihak Pelapor merupakan garda terdepan dalam penerapan program APU PPT yang menentukan efektivitas dan keberhasilan suatu rezim APU PPT.
    • Terdapat beberapa hal yang perlu dipedomani oleh PJK dalam mendukung penegakan hukum TPPU antara lain terkait: Larangan membuka hubungan usaha atau memelihara rekening; penolakan transaksi dan penutupan hubungan usaha; penundaan dan penghentian sementara transaksi; manajemen risiko terhadap nasabah berisiko tinggi; tindakan terhadap Politicaly Exposed Person (PEP); dan Kewenangan Pejabat senior terhadap PEP.
    • Ketentuan lain yang terkait yaitu kewajiban memberikan data, informasi, dan/atau dokumen yang ditatausahakan, sesegera mungkin dan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak PJK menerima permintaan dari Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain yang berwenang; dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan otoritas yang berwenang untuk memberantas TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM.
  4. Strategi mitigasi risiko oleh PJK terkait TPA LHK, antara lain mencakup: melakukan Customer Due Diligence (CDD) atau Enhanced Due Diligence (EDD) yang memadai, khususnya dalam identifikasi Beneficial Owner (BO), sumber dana, dana maksud tujuan hubungan usaha; mengelola sistem database yang reliable; meningkatkan pemahaman terhadap tipologi, kasus, dan pola transaksi yang terindikasi terkait TPA LHK; melakukan pemantauan transaksi yang memadai; dan bekerjasama dengan aparat penegak hukum dan Otoritas yang berwenang untuk memberantas TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM melalui penyampaian dokumen dan informasi.
  5. Berdasarkan Financial Action Task Force (FATF) report terkait kejahatan lingkungan, PJK memiliki peranan penting melalui kewajiban pelaksanaan due diligence, penatausahaan dokumen (record keeping), dan penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM). Kewajiban tersebut untuk mengurangi paparan risiko TPPU dan memastikan ketersediaan informasi yang berguna bagi Aparat Penegak Hukum. Sejauh ini, tantangan PJK yang teridentifikasi adalah:
    • Gap informasi dalam CDD untuk proyek ekstraktif (misal informasi kepemilikan/perizinan lahan tidak memadai)
    • Bank harus berusaha memverifikasi informasi nasabah di mana public registry dari otoritas berwenang mungkin belum diverifikasi secara memadai.
    • Tantangan menilai risiko dari suatu proyek yang harus dilakukan dengan melihat berbagai sumber informasi termasuk yang kurang reliable, informasi umum, informasi pihak ketiga, dan sebagainya.
    • Kebutuhan review dan analisis yang mendalam bersama para ahli terhadap suatu kontrak dan aktivitas bisnis.
    • Penggunaan korupsi dan PEP mempersulit deteksi kejahatan yang terkait lingkungan.

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan diskusi, di mana Peserta tetap berinteraksi secara aktif dengan Fasilitator, meskipun kegiatan dilaksanakan secara virtual.


Kegiatan KLHK 2.PNG

Artikel Terkait Lain