Pelaksanaan Webinar: Keterbukaan Informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) pada Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT)

Webinar BO 1.PNGOJK dan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) telah berhasil menyelenggarakan Webinar: Keterbukaan Informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner/BO) pada Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) tanggal 27 s.d. 28 Oktober 2022. Webinar dihadiri oleh 2.747 peserta meliputi perwakilan Satuan Kerja OJK, Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, asosiasi di sektor jasa keuangan, dan seluruh Penyedia Jasa Keuangan (PJK).

Opening remarks disampaikan oleh Ibu Dewi Fadjarsarie H. selaku Kepala Grup Penanganan APU PPT (GPUT). Fenomena korporasi digunakan sebagai sarana atau "vehicles" secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan, yang berperan sebagai BO Korporasi tersebut, untuk melakukan pencucian uang atau pendanaan terorisme dapat mengancam stabilitas dan integritas sistem keuangan, serta membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Webinar ini sangat penting sebagai outreach program dan diharapkan berkontribusi positif dalam penilaian Immediate Outcome 5, Rekomendasi FATF Nomor 24 dan 25 mengenai Legal Person dan Legal Arrangement pada Mutual Evaluation Review (MER) Indonesia oleh Financial Action Task Force (FATF) yang saat ini masih berlangsung.

Webinar BO 2.PNGIbu Zoelda Anderton selaku Deputy Country Manager and AML/CFT Adviser UNODC menyampaikan welcoming remarks yang mengapresiasi para narasumber yang berpartisipasi, serta kepada OJK dan UNODC yang telah bekerjasama dengan baik untuk menyelenggarakan webinar ini. Fokus dari webinar ini adalah untuk menyoroti pentingnya pengumpulan, penentuan, dan penyediaan informasi BO dalam rangka mendukung upaya pencegahan kejahatan termasuk pencucian uang dan pendanaan terorisme. Negara perlu memiliki kerangka yang kuat untuk menjaga kecukupan, akurasi, dan ketepatan waktu penyediaan informasi BO. UNODC sesuai mandat dan kewenangannya berkomitmen untuk memberikan bantuan dan bekerjasama dengan seluruh negara anggota dalam rangka menjaga kemanan nasional termasuk dari pencucian uang dan pendanaan terorisme, termasuk melalui upaya peningkatan efektifitas transparansi BO. 

Webinar BO 3.PNGKeynote Speech disampaikan oleh Bapak Agus Edy Siregar selaku Plt. Deputi Komisioner Internasional dan Penanganan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme OJK bahwa merujuk panduan FATF, penyalahgunaan Korporasi dapat dikurangi secara signifikan apabila informasi pemilik dan BO tersedia bagi otoritas. Informasi BO berperan bagi aparat penegak hukum dan otoritas untuk mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab terhadap kejahatan dan melakukan follow the money dalam penyelidikan. Isu transaparansi BO menjadi diskusi dan telah diadaptasi di berbagai negara. Indonesia telah memiliki kerangka hukum untuk mendukung rezim transparansi BO dari sisi kewajiban Korporasi, PJK, dan juga otoritas. PJK wajib melakukan customer due diligence terhadap BO nasabah dengan upaya terbaik dan tidak hanya mengandalkan informasi BO yang tersedia dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM.

Webinar BO 4.PNGWebinar yang diselenggarakan selama dua hari ini membahas 5 (lima) topik. Topik pertama adalah latar belakang, tujuan, dan standar internasional terkait transparansi informasi BO oleh Bapak Gordon Hook, Executive Secretary of the Asian Pacific Group on Money Laundering (APG) dengan Bapak Nelson SE. Siahaan selaku Analis Eksekutif GPUT. FATF menetapkan  dua Rekomendasi mengenai BO, yaitu Rekomendasi 24 untuk badan hukum dan Rekomendasi 25 untuk legal arrangement yang mengatur bahwa BO adalah orang perseorangan yang merupakan pemilik atau pengendali akhir dari nasabah dan/atau orang perseorangan yang atas nama dirinya transaksi dilakukan. BO juga mencakup orang perseorangan pengendali tertinggi atas badan hukum atau Ultimate Beneficial Owner (UBO). Rekomendasi 24 dan 25, beserta interpretative notes terus dikembangkan dan terkahir diamandemen pada tahun 2022 ini yang bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan korporasi untuk pencucian uang atau pendanaan terorisme serta untuk memastikan ketersediaan informasi BO secara memadai, akurat dan terkini. FATF berencana mengamandemen Rekomendasi 25 di tahun 2023 yang mengatur negara untuk menilai risiko terkait trust dan legal arrangement.

Webinar BO 4a.PNGTopik kedua adalah kerangka hukum transparansi informasi BO di Indonesia dengan sesi panel dari 3 (tiga) narasumber yakni Bapak Fithriadi Muslim selaku Direktur Hukum PPATK, Bapak Santun Maspari Siregar selaku  Direktur Perdata Kemenkumham, dan Ibu Dewi Fadjarsarie H. selaku Kepala GPUT. Panel ini dimoderatori oleh Bapak Rinto Teguh Santoso selaku Analis Eksekutif Senior GPUT. Berdasarkan hasil National Risk Assessment (NRA) TPPU 2021: (1) Korporasi dikategorikan sebagai pelaku pencucian uang berisiko tinggi; (2) Penggunaan nominee, trust, dan anggota keluarga /pihak ketiga sebagai tipologi berisiko tinggi.

Dalam kerangka nasional, ketentuan BO diatur pada Pasal 19 dan 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 mengenai penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari Korporasi dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT yang mewajibkan setiap korporasi untuk menetapkan BO dan menyampaikannya pada saat pendirian, pendaftaran, dan/atau pengesahan korporasi melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Namun, masih terdapat tantangan dalam hal verifikasi akurasi informasi BO dan pengawasan kepatuhan pelaporan BO. Kemenkumham menyampaikan bahwa Instansi Berwenang juga berperan untuk menetapkan BO lain berdasarkan hasil audit, informasi instansi pemerintah/lembaga swasta yang mengelola data terkait BO, dan/atau informasi lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.

Webinar BO 5.PNG

Selanjutnya, Kepala GPUT menyampaikan bahwa informasi BO merupakan game changer dalam upaya deteksi kejahatan. Kejahatan korporasi memiliki karakteristik dilakukan secara masif dan sulit dideteksi karena dijalankan secara tergorganisir, terkait dengan bisnis, kompleks, adanya penyebaran tanggung jawab, korban yang meluas, dan adanya kesulitan menentukan pelaku.  OJK telah menetapkan POJK Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah dengan POJK Nomor 23/POJK.01/2019 (POJK APU PPT) yang mengatur kewajiban PJK untuk melaksanakan identifikasi dan verifikasi terhadap BO dari calon nasabah, nasabah dan WIC. OJK juga melakukan identifikasi dan verifikasi BO dalam proses perizinan dan Fit Proper Test. OJK berperan dalam pemenuhan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi untuk meningkatkan jumlah korporasi yang mendeklarasikan BO dan integrasi basis data BO. OJK bersama  dengan Kemenkumham dan PPATK, dalam koordinasi Kantor Staf Presiden (KSP) sedang menyusun Sectoral Risk Assessment (SRA) terkait Korporasi sebagai pedoman bagi Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP), aparat penegak hukum dan pihak pelapor dalam pelaksanaan program APU PPT.

Webinar BO 6.PNGSelanjutnya, Ibu Dewi Fadjarsarie H. selaku Kepala GPUT membuka webinar hari kedua. Topik ketiga webinar adalah pemanfaatan informasi BO untuk penegakan hukum dan masyarakat publik.  Bapak Budi Hermawan selaku perwakilan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, pada sesinya yang dimoderatori oleh Bapak Nasirullah selaku Analis Eksekutif GPUT, menyampaikan bahwa informasi BO berperan dalam menangkal tantangan penanganan perkara dari aspek TPPU yaitu (1) Analisa transaksi keuangan (pihak yang menjadi rekening penerima/penampung/penyalur/distribusi, dan pola transaksi keuangan); (2) Tipologi TPPU seperti smurfing/structuring, mingling, u-turn; (3) Integrasi aset seperti kepemilikan hingga penguasaan aset.   Faktor pendorong penyalahgunaan Korporasi adalah skema Trade-Based Money Laundering (TBML) dan penggunaan cryptocurrency, beserta contoh kasusnya. Rekomendasi yang disampaikan adalah kampanye dan strategi baru, pelatihan bersama, Pendidikan kepada pihak profesi Notaris, dan pedoman kepada Pihak Pelapor. 

Webinar BO 7.PNGTopik tiga dilanjutkan oleh Ibu Mouna Wasef selaku Kepala Divisi Advokasi Publish What You Pay (PYWP) Indonesia yang dimoderatori oleh Sdri. Friska Fardhina selaku Analis GPUT. Transparansi informasi BO merupakan fundamental dan salah satu mekanisme check and balances antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Masyarakat dan pemangku kepentingan dapat memeriksa, meneliti, dan cross-check informasi dan menandai aktivitas mencurigakan, terutama aktivitas terlarang yang menjangkau beberapa yurisdiksi sehingga memperkuat tata kelola perusahaan dan menjadi supremasi hukum serta mendukung upaya anti korupsi.  

Topik empat mengenai peran PJK dalam rezim transparansi BO dibawakan melalui sesi pandel dengan narasumber Ibu Juliana Nehat selaku Country Head, Financial Crime Compliance Standard Chartered Bank Indonesia dan Bapak Peter Gunawan selaku Head of AML Bank CIMB Niaga yang dimoderatori oleh Bapak Mulyadi Husin selaku Analis Eksekutif GPUT. Identifikasi BO dilakukan berdasarkan ketentuan dari Otoritas serta international best practice pada saat on-boarding customer, CDD secara periodik, dan adanya trigger kasus tertentu. Bank melakukan unwrap client sampai diperoleh informasi orang perseorangan menggunakan tools yang diotomatisasi. Bank juga menilai risiko terkait complex ownership mengingat adanya risiko shell vehicles, penggunaan intermediaries, dan banyaknya layer yang digunakan. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah keterbatasan akses informasi BO pada AHU Online sebagai sumber informasi awal bagi Bank. Salah satu rekomendasi adalah pemberian izin usaha atau tanda terdaftar dari instansi berwenang, hanya dilakukan saat Korporasi telah menjalankan kepatuhan pelaporan BO.

Webinar BO 8.PNGSelanjutnya, topik keenam adalah best practice dan country experience pengembangan rezim transparansi BO di Inggris oleh Bapak Stephen Webster selaku Head of Corporate Transparency and Register Reform pada UK's Department for Business, Energy and Industrial Strategy (BEIS) yang dimoderatori oleh Bapak Nelson S.E Siahaan selaku Analis Eksekutif GPUT. Transparansi Korporasi bertujuan untuk memahami dan mengendalikan pihak yang mendirikan dan menjalankan perusahaan di Inggris, dan mengatasi penyalahgunaan struktur perusahaan dalam kejahatan ekonomi (misalnya penipuan dan pencucian uang). Ketentuan tersebut diatur pada Economic Crime Act (Transparency & Enforcement/ECTE) dan Economic Crime and Corporate Transparency Bill. Inggris juga menerapkan The Register of Overseas Entities (ROE) untuk mengatasi pencucian uang dengan meningkatkan transparansi kepemilikan properti Inggris melalui perusahaan asing. BEIS, Secretary of State berwenang mengatur dan mengawasi perusahaan, serta menjalankan Companies House. Koporasi di Inggris telah diwajibkan untuk mengidentifikasi dan mengadministrasikan daftar Person with Significant Control (PSC). Companies House mengelola daftar PSC yang dapat diakses publik, serta informasi lainnya terkait Korporasi  yang dapat diakses publik dan hanya untuk otoritas terkait. Inggris merencanakan reformasi terhadap Companies House terutama untuk menguatkan peran sebagai gate keeper yang aktif menciptakan dan memelihara data yang dapat diandalkan.

Webinar BO 9.PNGWebinar ditutup remarks dari Ibu Zoelda Anderton selaku Deputy Country Manager and AML/CFT Adviser UNODC yang menyampaikan harapan agar pemerintah, sektor swasta, dan Lembaga Internasional terus menjalin kerja sama yang baik untuk menjaga integritas sistem keuangan dan keamanan dunia.

Rekaman dan materi webinar secara lengkap dapat diunduh melalui link berikut:

  1. Rekaman                           : https://bit.ly/webinarapupptbo-rec
  2. Materi                                : https://bit.ly/webinarapupptbo-materi


Artikel Terkait Lain