Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Expert Gym : Pencucian Uang & Pendanaan Terorisme – Ancaman Bagi Perkembangan Industri Fintech

Jakarta, 21 Maret 2019


Grup Penanganan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (GPUT), diwakili Ibu Dewi Fadjarsari H, telah menjadi narasumber dalam pelaksanaan Kegiatan Expert Gym : Pencucian Uang & Pendanaan Terorisme – Ancaman Bagi Perkembangan Industri Fintech yang diselenggarakan atas kerjasama Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dengan Espay bertempat di UnionSPACE, Satrio Tower Lantai 16 Kuningan Jakarta, pada tanggal 21 Maret 2019 dari pukul 14.00 s.d 17.30 WIB.. Pelaksanaan pelatihan tersebut dihadiri 70 peserta dari perwakilan 61 Perusahaan yang tergabung dalam AFTECH.

Aftech 1.jpgKegiatan dibuka oleh Ibu Mercy Simorangkir selaku Ketua Harian / Managing Director AFTECH. Dalam kesempatan tersebut, terdapat tiga narasumber lainnya yaitu Mr. Sachin B Singh selaku Director, Dow Jones Risk & Compliance, APAC; Mr. Satish S.S selaku Vice President, Financial Services Industry Consultancy; dan Bapak Joshua Dharmawan selaku Director Square Gate One & Espay. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberi pemahaman lebih lanjut mengenai peraturan regulator tentang APU PPT, mengingat kewajiban penerapan program APU PPT diberlakukan di tahun 2021 serta kemungkinan dan bentuk pencucian uang yang mungkin terjadi dalam industri Fintech dan antisipasinya.

Materi yang disampaikan oleh OJK antara lain adalah sebagai berikut:

  • Rezim APU PPT yang meliputi gambaran secara internasional dan nasional terkait dengan Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) termasuk peran Komite Koordinasi Nasional TPPU yang berada di bawah koordinasi Menkopolhukam, Menkoperekonomian, PPATK, dan Kementrian/Lembaga lain termasuk OJK, Bank Indonesia, Kemlu, Kemendagri, Kemenkeu dan melapor langsung ke Presiden. Tugas Komite TPPU yang juga mencanangkan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU/TPPT (STRANAS TPPU/TPPT) yang mana hal tersebut juga menjadi tugas dan tanggung jawab OJK sehingga menjadi sasaran strategis OJK dalam hal ini Ketua OJK mengingat GPUT OJK berada di bawah Ketua OJK.
  • Indonesia dalam Rezim APU PPT menjadi anggota Asia Pacific Group on Money Laundering (APG) yang merupakan FATF-Style Regional Bodies (FSRB) sesuai dengan letak geografisnya. Indonesia adalah satu-satunya negara G20 yang belum menjadi anggota FATF. Oleh sebab itu, Pemerintah RI dalam hal ini Menteri Keuangan RI telah mengajukan Indonesia sebagai anggota sejak tahun 2017 dengan proses tertentu. Peran OJK sangat besar dan signifikan dalam Rezim APU PPT Indonesia karena pihak pelapor yang diawasinya juga signifikan sehingga OJK dan Sektor Jasa Keuangan Indonesia memegang peranan penting dalam menunjang dan mendukung efektifitas Rezim APU PPT Indonesia.
  • Publikasi oleh FATF terkait dengan high risk and non-cooperative jurisdiction, yaitu daftar negara yang memiliki kekurangan atau defisiensi dalam peraturan dan perundang-undangannya termasuk efektivitas penerapannya yang mengacu kepada 40 Rekomendasi FATF. Hal tersebut dapat menyebabkan pengenaan sanksi denda dalam jumlah yang fantastis seperti antara lain yang terjadi pada Commonwealth Bank Australia (CBA) yang dikenakan denda sebesar AUD $700 juta karena kelalaian dalam penerapan CDD/EDD dan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan atau STRs sebanyak 53.750 kali. Adapun publikasi ter-update adalah pada tanggal 22 Februari 2019 dimana dua negara yaitu Korea Utara dan Iran masih termasuk pada public statement dan terdapat tambahan satu negara yaitu Kamboja yang termasuk dalam kategori Jurisdictions with strategic deficiencies.
  • Pandangan dari Ketua Dewan Komisioner OJK terkait perkembangan Financial Technology; FinTech Mapping di Indonesia; Referensi dari POJK APU PPT terkait dengan dimungkinkannya proses verifikasi nasabah dengan cara Non Face to Face atau E-KYC; Ketentuan terkait pengembangan FinTech; pengawasan atas FinTech yang tidak berizin melalui kerjasama dengan Satuan Tugas Waspada Investasi; Pendirian Digital Financial Innovation Center, OJK Infinity, dan Pengembangan Supervisory Technology (SupTech) yang dilakukan oleh OJK.
  • Customer Due Diligence (CDD) / Enhanced Due Diligence (EDD) yang merupakan point of concern dalam penerapan program APU PPT di PJK yang meliputi identifikasi, verifikasi dan pemantauan yang meliputi calon nasabah/nasabah perseorangan, korporasi dan perikatan lainnya (legal arrangement). PJK harus memperhatikan kecukupan dokumen penerimaan nasabah, membuat profil nasabah, melakukan pemantauan transaksi nasabah, mengadministrasikan nasabah berisiko tinggi yang dikatagorikan Politically Exposed Person (PEP), pengkinian profil nasabah dan perhatian terhadap Beneficial Owner (BO).

Aftech 2.jpgSebagai penutup disampaikan bahwa penerapan program APU PPT berlaku di semua PJK di seluruh dunia dan merupakan common sense business process. Para pelaku FinTech diharapkan tidak mengkhawatirkan penerapan program APU PPT. OJK tidak bermaksud untuk mempersulit pengembangan FinTech. Perlu dibayangkan bagaimana suatu negara berdiri tanpa mekanisme yang mengatur mengenai pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Tentu hal ini menjadi preseden buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Artikel Terkait Lain