Kehadiran Grup Penanganan APU PPT (GPUT) sebagai Narasumber dalam PPATK 3rd Legal Forum “Mewujudkan Green Economy Berintegritas Melalui Upaya Disrupsi Pencucian Uang pada Pajak Karbon”

OJK telah berpartisipasi dalam kegiatan kegiatan PPATK 3rd Legal Forum "Mewujudkan Green Economy Berintegritas Melalui Upaya Disrupsi Pencucian Uang pada Pajak Karbon" yang diselenggarakan dalam rangka memastikan bahwa pelaksanaan pengenaan pajak karbon sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan tersedianya mitigasi risiko Green Financial Crime, khususnya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang berasal dari Tindak Pidana (TP) di bidang Perpajakan, TP Korupsi, farud, dan TP Asal lainnya. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2022 secara hybrid dimana seluruh Narasumber hadir secara fisik di Auditorium Yunus Husein Gedung PPATK dan Peserta bergabung melalui Video Conference sebanyak ±1.500 Peserta.

3rd Legal Forum - 1.JPGKegiatan diawali dengan opening speech dari Kepala PPATK yang menyampaikan bahwa PPATK 3rd Legal Forum bertepatan dengan dicanangkannya 2 dekade Gerakan APU PPT dan bertujuan untuk mengangkat isu-isu terkini di bidang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencuciang Uang (TPPU) dan secara khusus membawa isu terkait pajak karbon. Pemberlakuan pajak karbon dapat mendukung Program Pemerintah dalam percepatan pengembangan energi terbarukan untuk mendukung komitmen Pemerintah atas implementansi Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dinilai dapat mendisrupsi aktivitas pencuciang uang, khususnya Tindak Pidana Korupsi yang merupakan Tindak Pidana Asal (TPA) pencucian uang berisiko Tinggi diikuti dengan Tindak Pidana di bidang Perpajakan, termasuk pajak karbon. Disrupsi pencucian uang melalui Gerakan APU PPT di Indonesia, dapat berjalan dengan optimal apabila dalam implementasinya dilakukan sinergi dan kolaborasi antara sektor publik, sektor penegak hukum, dan sektor privat termasuk pelaku usaha penghasil emisi karbon.

3rd Legal Forum - 2.JPGTurut hadir Menteri Keuangan RI yang menyampaikan beberapa poin penting melalui keynote speech-nya bahwa Pemerintah Indonesia juga telah berkomitmen menangani ancaman perubahan iklim melalui upaya nasional penyusunan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) sejak tahun 2011 yang kemudian diterjemahkan dalam Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) 2014, serta turut aktif dalam berbagai forum internasional dengan puncaknya yaitu penandatanganan Paris Agremeent pada tahun 2015, di mana Indonesia berkomitmen untuk mengurangi CO2 sebesar 29% dengan upaya nasional atau pengurangan emisi karbon sebesar 41% dengan dukungan global. Dalam kaitannya antara TPPU/TPPT dengan keuangan ilegal (illicit financing), disampaikan bahwa keuangan ilegal dikontribusikan oleh kegiatan-kegiatan kriminal, salah satu dari tiga kontributor terbesar yaitu kejahatan di bidang lingkungan yang mencapai kerugian sebesar $281 miliar. Selain itu, dampak kerusakan lingkungan akibat kejahatan yang bersifat borderless operation, terus meningkat 5-7% lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi dunia. Oleh karena itu, kerjasama internasional dan keanggotaan Indonesia dalam Financial Action Task Force (FATF) menjadi sangat penting.3rd Legal Forum - 3.JPG

Pada kesempatan tersebut, Ibu Dewi Fadjarsarie selaku Kepala GPUT mewakili OJK turut menjadi salah satu Narasumber pada materi terkait "Kolaborasi Lembaga Pengawas dan Pengatur dengan Sektor Jasa Keuangan dalam Mendukung Upaya Disrupsi dan Mitigasi Risiko Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang yang terkait dengan Pajak Karbon pada Sektor Jasa Keuangan" dengan pembahasan sebagai berikut:

  1. Dukungan OJK sebagai Financial Service Authority terhadap Sustainable Finance juga mengacu pada global standard dalam hal ini meliputi Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) yang mensyaratkan seluruh elemen untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko terkait climate-related financial risks, sehingga kedepannya OJK juga perlu menerapkan pengawasan berbasis lingkungan. Hal tersebut juga perlu dielaborasi dari sisi Penyedia Jasa Keuangan, dimana International Association of Insurance Supervisors (IAIS) dan International Organziation of Securities Commissions (IOSCO), telah berfokus terhadap pentingnya mitigasi risiko yang ditimbulkan akibat perubahan iklim, baik pada Sektor Perbankan, Pasar Modal, maupun IKNB (khususnya Perasuransian).
  2. Risiko utama yang dihadapi oleh SJK atas perubahan iklim adalah adanya biaya ekonomi dan kerugian keuangan yang timbul dari peningkatan frekuensi perubahan iklim yang sangat ekstrim. Dalam hal ini, negara harus berupaya memitigasi risiko dengan mengurangi emisi GRK (glasshouse gas), sehingga OJK akan terus mendorong SJK untuk menguatkan penerapan sustainable finance. Selain itu, terdapat pula risiko dari sisi economic disruption dari perubahan kebijakan Pemerintah secara kumulatif pada teknologi, nasabah, dan investor sehingga menimbulkan penurunan nilai dari exposures Bank dan underlying collateral. Mitigasi risiko menjadi sangat penting bagi seluruh pihak terkait, mengingat perubahan iklim dapat berdampak besar tidak hanya terhadap stabilitas sistem keuangan, namun juga terhadap berbagai elemen termasuk masyarakat luas.
  3. OJK telah menerbitkan POJK No. 51 Tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Efek, dimana diperlukan dukungan menyeluruh dari SJK untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup, termasuk pula dari sisi penerbitan produk/jasa keuangan. Dalam POJK dimaksud telah diatur pula kewajiban implementasi, diawali dengan kewajiban implementasi oleh Bank Umum BUKU 3, BUKU 4, dan Bank Asing sejak tahun 2019. Sementara untuk Bank BUKU 1 dan BUKU 2, serta Emiten dengan asset skala kecil dan skala menengah, Perusahaan Publik, dan sebagian besar perusahaan IKNB pada tahun 2020. Selanjutnya untuk jenis perusahaan lainnya termasuk BPR/BPRS, Perusahaan Efek, dan beberapa perusahaan IKNB lainnya, dilanjutkan implementasi secara bertahap mulai tahun 2022 s.d. 2025. Mendukung hal tersebut, OJK telah menetapkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015-2019) dan Tahap II (2021-2025).
  4. Dalam menjalankan roadmap tahap II, OJK telah menyusun berbagai langkah strategis a.l terkait penyelesaian taksonomi hijau, persiapan operasinal carbon exchange sesuai kebijakan Pemerintah, pengembangan sistem pelaporan LJK mencakup green financing, dan pengembangan kerangka manajemen risiko untuk LJK dan pedoman pengawasan berbasis risiko untuk Pengawas atas risiko keuangan terkait iklim; dan pembentukan Task Force Keuangan Berkelanjutan SJK (13 Bank, 18 industri Pasar Modal, dan 20 industri IKNB). OJK mewajibkan PJK untuk menyusun rencana mengenai keuangan berkelanjutan yang dimasukkan ke dalam rencana bisnis dan menyampaikan laporan aksi terkait keuangan berkelanjutan, serta membentuk unit kerja yang mengelola komite yang mengarahkan terkait ESG risk.
  5. Telah terdapat berbagai capaian keuangan berkelanjutan oleh SJK di Indonesia a.l dari sisi peningkatan green financing (green global bonds, green bonds, green loans, dan blended finance); dikeluarkan Sustainability Responsible Investment (SRI) – Kehati Index yang telah digunakan oleh 12 Manajer Investasi dalam menerbitkan reksa dana ESG; dan ESG Leaders Index untuk mengakomodasi reksa dana ESG dan Exchange Trade Fund. Selain itu, dari Sektor IKNB juga telah mempersiapkan skema asuransi hijau. Saat ini, 13 Bank dan PT Sarana Multi Infrastruktur telah bergabung dalam Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI).
  6. Mendukung program Pemerintah terkait percepatan Kendaraan Bermotor Listrik berbasis Baterai (KBL BB), OJK telah mengeluarkan berbagai insentif baik dari sisi pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) terhadap penyediaan dana dalam rangka produksi KBL BB (POJK No. 32/POJK.03/2018); penilaian kualitas kredit untuk pembelian/pengembangan industri KBL BB (POJK No. 40/POJK.03/2019); dan pengenaan bobot risiko 75% untuk kredit pembelian dan/atau pengembangan industri KBL BB dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko/ATMR (SEOJK No. 42/SEOJK.03/2016).
  7. Berdasarkan Riset FATF, diketahui bahwa kejahatan lingkungan dapat berdampak jauh di luar biaya fin Kejahatan lingkungan berdampak jauh di luar biaya finansial, termasuk bagi bumi, kesehatan, dan keselamatan publik, keamanan manusia, dan sosial serta pembangunan ekonomi. Hal ini juga terkait korupsi dan kejahatan serius lainnya seperti narkoba, perdagangan manusia, illegal logging, illegal fishing, dsb.
  8. Sejalan dengan hasil penilaian NRA TPPU Tahun 2021, OJK telah memberikan supervisory letter kepada seluruh PJK terkait risiko terhadap Tindak Pidana Asal berisiko Tinggi dan Menengah termasuk Korupsi dan Perpajakan, agar menjadi awareness bagi PJK, beserta strategi mitigasi risiko yang wajib dilakukan a.l terkait penetapan indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) atau red flag, penerapan CDD/EDD termasuk identifikasi Beneficial Owner, dan pelaporan TKM.
  9. OJK melalui GPUT dan berkolaborasi dengan Pengawas serta Kementerian/Lembaga terkait telah melakukan berbagai rangkaian kegiatan dalam rangka mitigasi risiko terkait Tindak Pidana Asal berisiko serta internalisasi NRA dimaksud a.l melalui pelaksanaan joint audit tematik dengan PPATK, kegiatan Webinar, In-House Training, Sosialisasi, FGD, dan Training of Trainers, dengan berbagai tema sesuai dengan concern dan isu terkini atas TPPU/TPPT.

Selain topik tersebut, disampaikan pula pemaparan dengan topik terkait lainnya oleh Narasumber dari Kementerian/Lembaga dan Instansi terkait dengan materi sebagai berikut:

  1. Potensi Tindak Pidana Pencucian Uang yang Berasal dari Pajak Karbon serta Kesiapan Pemerintah dalam Mengatasinya, oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI;
  2. Optimalisasi APU PPT dalam Mewujudkan Green Economy yang Berintegritas dalam Kaca Mata Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang terkait Pajak Karbon, oleh Direktur Hukum dan Plt. Deputi Pencegahan PPATK;
  3. Urgensi Penerapan Carbon Tax yang Berintegritas dan Bersih dari Tindak Pidana baik yang Dilakukan Instansi Pemerintah maupun Pelaku Usaha, oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI; dan
  4. Kesiapan Sektor Privat dalam Penerapan Pajak Karbon yang Berintegritas serta Upaya Pengendalian Risiko Terjadinya Tindak Pidana Terkait, oleh Komisaris Utama PT. PLN (Persero) Tbk.


3rd Legal Forum - 4.JPG

Kegiatan berjalan secara interaktif dengan dilakukan diskusi bersama pihak-pihak terkait yang turut hadir. Melalui pembahasan pada kegiatan ini, diharapkan pesan dan perhatian, khususnya terkait pentingnya penerapan keuangan berkelanjutan serta dukungan OJK dan persiapan pemberlakuan pajak karbon yang berintegritas di Indonesia, dapat tersampaikan dengan baik sehingga dapat mengakselerasi progres menuju terwujudnya ekonomi hijau yang kuat dan berkelanjutan.


Artikel Terkait Lain