Print

Memperkuat Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah

  • 16 Februari 2023
  • Lintas Sektor
  • Online

Teaser
Latar belakang
  • Pangsa pasar keuangan syariah per Juni 2022 tercatat sebesar 10,41% dan terdapat peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 10%[1]. Meskipun terdapat kenaikan, namun terdapat hal yang perlu menjadi perhatian bersama yaitu gap yang masih besar dengan pangsa pasar keuangan konvensional. Rendahnya pangsa pasar (market share) keuangan syariah mengindikasikan bahwa minat masyarakat terhadap keuangan syariah masih sangat rendah dibandingkan dengan konvensional. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022, dimana indeks inklusi keuangan syariah baru mencapai 12,12% tertinggal jauh dari indeks keuangan secara umum yang mencapai 85,10%[2].
  • Rendahnya market share dan indeks inklusi keuangan syariah di Indonesia tentu menjadi sebuah tanda tanya besar. Hal ini mengingat fakta bahwa jumlah penduduk indonesia yang beragama islam mencapai 237,56 juta jiwa (86,7% dari total penduduk) dan Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia berdasarkan laporan The Royal Islamic Strategic Studies Center[3].
  • Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya minat masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan syariah antara lain yang pertama tingkat literasi keuangan syariah rendah dimana baru mencapai sebesar 9,14% di tahun 2022. Berdasarkan riset ADB Institute, literasi keuangan merupakan faktor intrinsik yang mempengaruhi dan memotivasi masyarakat untuk mencari informasi dan bertindak berdasarkan apa yang mereka ketahui. Dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung, peningkatan indeks literasi keuangan syariah akan meningkatkan indeksi inklusi keuangan syariah, sejalan dengan semakin besar pengetahuan masyarakat akan produk dan layanan keuangan. Faktor yang kedua, inovasi dan daya saing industri keuangan syariah masih kalah dibandingkan industri keuangan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari lebih terbatasnya inovasi produk keuangan syariah, harga produk dan layanan yang lebih mahal serta jaringan kantor yang belum seluas industri keuangan konvensional sehingga belum dapat menjangkau masyarakat terutama di wilayah remote area.
  • Sebagaimana tertuang dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024, Pemerintah Indonesia telah mempunyai visi menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka dunia[4]. Selain itu, Pemerintah juga telah menetapkan target inklusi keuangan sebesar 90% di tahun 2024. Untuk mencapai hal tersebut, dirasa perlu terus dilakukan upaya peningkatan tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah melalui peningkatan program edukasi dan sosialiasi kepada masyarakat, peningkatan inovasi, kapabilitas serta daya saing industri jasa keuangan syariah. Selain itu, perlu dipertimbangkan adanya kebijakan yang dapat berdampak langsung kepada masyarakat maupun industri jasa keuangan syariah. Sebagai contoh kebijakan yang pernah dilakukan oleh Malaysia melalui insentif perpajakan di perbankan syariah berupa pembebasan pajak tertentu, bea materai dan pemberian tax deduction atas pinjaman kredit rumah oleh individu[5].
  • Untuk mencapai tujuan pemerintah dan melaksanakan berbagai upaya peningkatan pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia, diperlukan sinergi dan Kerjasama yang baik antar stakeholders baik Pemerintah melalui Kementrian maupun Lembaga terkait, pelaku industri jasa keuangan serta institusi Pendidikan, masyarakat serta pihak terkait lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan diskusi dan pembahasan yang mendalam untuk mengidentifikasi strategi dan upaya peningkatan tingkat literasi dan inklusi syariah keuangan Indonesia bersama para narasumber ahli dan praktisi di bidang keuangan syariah.


 


[1] Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. “Wapres Minta MES Kerja Cepat dan Kompak”. https://www.kominfo.go.id/content/detail/44800/wapres-minta-mes-kerja-cepat-dan-kompak/0/berita

[2]  Ototitas Jasa Keuangan. “Infografis Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Tahun 2022”. https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/Infografis-Survei-Nasional-Literasi-dan-Inklusi-Keuangan-Tahun-2022.aspx

[3] Rizaty, Monavia Ayu. “Penduduk Muslim Indonesia Terbesar di Dunia pada 2020”. DataIndonesia.id, https://dataindonesia.id/ragam/detail/populasi-muslim-indonesia-terbesar-di-dunia-pada-2022

[4] Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. “Siapkan Berbagai Kebijakan dan Program, Indonesia Bersiap Menjadi Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka di Dunia”. https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4281/siapkan-berbagai-kebijakan-dan-program-indonesia-bersiap-menjadi-pusat-ekonomi-syariah-terkemuka-di-dunia

[5] Komite Nasional Keuangan Syariah. Kajian Akademis Pengaturan Perpajakan dalam Perbankan Syariah. 2019.

Objektif
  1. Memberikan wawasan dan awareness kepada industri jasa keuangan syariah mengenai potensi peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia.
  2. Menggali strategi industri jasa keuangan syariah dalam upaya meningkatkan literasi inklusi keuangan syariah.
  3. Meningkatkan peran industri jasa keuangan syariah dan stakeholder terkait dalam mendorong tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah.
Peserta
Pimpinan dan Pegawai OJK, Perwakilan Industri Jasa Keuangan, Akademisi dan Masyarakat Umum
Pembicara
  • Halim Alamsyah (Wakil Ketua Umum IAEI dan Tenaga Ahli Menteri Keuangan Bidang Keuangan dan Keuangan Syariah)
  • Yuli Melati Suryaningrum (Presiden Direktur Utama PT BCA Syariah)
  • Fitri Hartati (Direktur Utama PT Capital Life Syariah)
  • Eko Priyo Pratomo (Presiden Komisaris PT BNI Asset Management)