Menanggapi maraknya perusahaan di bidang
investasi yang banyak merugikan masyarakat akhir-akhir ini khususnya di bidang
perdagangan fisik emas, Kepala Badan Pengawas Berjangka Komoditi (Bappebti)
Kementerian Perdagangan, Syahrul R. Sempurnajaya, merasa perlu mengingatkan
masyarakat untuk waspada jika ingin terlibat dalam bisnis ini. “Kegiatan di
bidang investasi emas tersebut sangat berbeda dengan skema transaksi yang
dilakukan dalam bidang perdagangan berjangka komoditi,” katanya.
Beberapa perusahaan investasi di bidang
perdagangan emas antara lain Raihan Jewellery, Golden Trader Indonesia Syariah,
Virgin Gold Mining Corporation, dan Trimas Mulia. Sebagai contoh, skema
perdagangan yang dilakukan oleh Raihan Jewellery sebenarnya merupakan transaksi
fisik emas biasa dimana harga emas yang ditawarkan 20%--‐25% lebih
mahal dari harga pasar fisik biasa atau harga logam mulia yang dihasilkan oleh
Antam. Dalam skema ini, pihak perusahaan memberikan bonus atau fixed income
setiap bulannya selama periode tertentu kepada setiap investor.
Skema yang dilakukan selanjutnya adalah dengan
investasi emas non fisik. Artinya emas yang telah dibelikan oleh investor
dititipkan kembali kepada Raihan Jewellery dan nasabah memegang bukti
pembayaran dan surat perjanjian investasi, dengan kontrak investasi berdurasi 6
bulan atau 12 dan bonus tetap bulanan 4,5% dan 5,4% dari nilai investasi
nasabah. Jika masa kontrak berakhir, nasabah bisa menjual kembali emas tersebut
kepada Raihan Jewellery seharga pembeli awal.
Menurut Kepala Bappebti, kegiatan usaha yang
dilakukan oleh Raihan Jewellery sebenarnya sudah banyak dilakukan di Indonesia,
seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu pada PT. QSAR, perusahaan
bidang perkebunan di Sukabumi. Perusahaan tersebut mengajak masyarakat untuk
berinvestasi dengan modus operandi yang sama seperti Raihan Jewellery. “Semua
kegiatan usaha yang dilakukan oleh Raihan Jewellery atau perusahaan sejenisnya
diduga kuat menggunakan skema money game atau skema Ponzi, yaitu memutar dana
nasabah dengan cara membayar bonus nasabah lama dengan uang dari nasabah baru.
Hal ini terus berlangsung hingga jumlah dana dari nasabah baru tak bisa lagi
menutupi pembayaran bonusnya,” jelas Syahrul.
Lebih lanjut Kepala Bappebti menegaskan bahwa
skema tersebut sangat berbeda dengan sistem transaksi yang sesuai dengan
Undang--‐Undang Nomor 10/2011 tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi. “Kami pastikan bahwa jenis usaha dan seluruh kegiatan dari perusahaan
seperti Raihan Jewellery tidak ada hubungannya sama sekali dengan Perdagangan
Berjangka, yang berada di bawah Pengawasan Bappebti,” tegas Syahrul.
Guna memberikan perlindungan kepada masyarakat,
Kepala Bappebti berharap agar berbagai jenis kegiatan investasi yang merugikan
masyarakat tersebut dapat ditertibkan oleh pihak yang berwajib dan Satgas
Waspada Investasi. Satgas tersebut diketuai oleh Bapepam--‐LK
(Otoritas Jasa Keuangan/OJK) dan beranggotakan Kepolisian, Kejaksaan, Bank
Indonesia, Bappebti, Ditektorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian
Koperasi dan UKM, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sumber: Kementerian Perdagangan RI, 2013