Konsep keberlanjutan dari sebuah properti kemudian dibawa bersama-sama ke tiga langkah
Model Penilaian Keberlanjutan yang dapat digunakan untuk memandu penilai dalam
menilai nyata properti hijau dan non hijau dan kondisi pasar sehubungan kepedulian
terhadap keberlanjutan. Untuk tujuan penilaian, Bangunan Hijau/green building harus memenuhi tiga kriteria: (1) diterima secara umum sebagai serangkaian fitur berdasarkan prinsip berkelanjutan (2) fitur harus terverifikasi secara independen dan (3) model kinerja yang terverifikasi dengan hasil yang aktual.
1) Diterima secara umum sebagai serangkaian fitur berdasarkan prinsip berkelanjutan
Sebuah tinjauan dari sistem pemeringkat utama saat ini digunakan di seluruh dunia (Reed, Bilos, Wilkinson, dan Schulte, 2009) menunjukkan bahwa kategori yang paling sering terjadi dari fitur bangunan hijau adalah sebagai berikut:
- Efisiensi Energi: Mengurangi penggunaan energi, terutama non-terbarukan;
- Penggunaan Sumber Daya Efisiensi: Air, bahan, dan pengurangan aliran limbah;
- Site Efisiensi: Lokasi karakteristik tertentu seperti kedekatan dengan transit dan pengembangan infill; dan
- Kualitas Lingkungan Interior: Seperti pencahayaan, bahan rendah emisi, dan green cleaning.
2) Fitur harus terverifikasi secara independen . Bagain dari due diligence dalam penilaian adalah verifikasi pihak ketiga. antara lain yang dilakuanan adalah mengkonfimasi komparabilitas, review operasi sejarak dan pajak, membandingkan item biaya untuk dengan biaya yang sama dalam gedung yang sama, membaca sewa. Fitur green building harus tunduk pada ketelitian yang sama untuk dapat dievaluasi.
3) Model kinerja yang terverifikasi dengan hasil yang aktual. banyak penilai komersial sadar bahwa keterbatasan terhadap model seperti discounted cash flow (DCF). Kinerja model fitur green building seperti pencahayaan, membangun sistem manajemen energi, dan perlengkapan aliran rendah perlu perbandingan diverifikasi-melalui tahun-tahun tagihan listrik, misalnya, jika mereka akan peduli kepada penilaian.
Untuk
mengawali langkah dalam menciptakan tempat kerja yang ramah lingkungan, berikut
ini adalah beberapa penerapan yang dilakukan membangun
konsep sustainability dan menanamkan kepedulian terhadap kelanjutan lingkungan
hidup:

Konsep bangunan hijau saat ini semakin banyak diimplementasikan di
indonesia khususnya DKI Jakarta karena sulitnya pencapaian sasaran RTH
(Ruang Terbuka Hijau). Peraturan Gubenur DKI Nomor 38 tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung Hijau. Dalam konsep bangunan hijau ini diperlukan suatu acuan yang
pengembangannya menuju konsep bangunan hijau yang terukur/obyektif,
disesuaikan dengan kondisi yang ada, dan dilakukan evaluasi secara
periodik, dimana inti pencapaian dari semua itu adalah dapat memenuhi
peraturan yang berlaku, penghematan energi, mengurangi beban
infrastruktur kota, konservasi sumber daya, dan pengakuan atas komitmen
bangunan hijau, salah satunya adalah rating Greenship yang dikeluarkan
oleh lembaga non profit di indonesia yaitu Green Building Council
Indonesia (CBCI). Beberapa diantara rating greenship yang dikeluarkan oleh GBCI adalah ASD
(Appropriate Site Development); EEC (Energy Efficiency and
Conservation); WAC (Water Conservation); MRC (Material Resource and
Cycle); IHC (Indoor Health and Comfort); dan BEM (Building Environment
Management).