Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari (PHPL) bekerja sama dengan Multistakeholder Forestry
Programme tahap 3 (MFP 3) membangun Sistem Informasi Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari (SIPHPL).
Sekretaris Ditjen PHPL Sakti Hadengganan di
Jakarta, Rabu menyatakan, SIPHPL saat ini dalam tahap akhir pengembangan dan
sedang diperkenalkan kepada publik dan pemangku kepentingan.
"Sistem informasi yang tadinya berjalan
terpisah akan diintegrasikan dengan SIPHPL," kata dia saat ujicoba SIPHPL
pada pameran Hari Hutan Internasional di Kementerian LHK, Rabu (22/3/2017).
Sistem tersebut mengintegrasikan beberapa sistem
informasi yang sudah terbangun, sekaligus melengkapi informasi terkait tentang
pemanfaatan hasil hutan kayu.
Menurut dia, sistem informasi yang diintegrasikan
antara lain Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), Sistem
Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara Online (SIMPONI), Sistem Informasi Rencana
Penerimaan Bahan Baku Industri (SIRPBBI), Elektronik dan Monitoring dan
Evaluasi (e-MONEV) dan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK).
SIPHPL juga mencakup informasi penatausahaan
hasil hutan kayu yang bersumber dari Hutan Rakyat dan kayu impor, data
penerimaan bahan baku dan produksi industri lanjutan serta data pemasaran
produk kayu.
"Adanya SIPHPHL akan memberi manfaat bagi
seluruh pemangku kepentingan. Bagi pelaku usaha akan mendapat kemudahan dalam
pencatatan, dokumentasi dan pelaporan atas kayu yang diproduksi dan produk kayu
yang diperjualbelikan," katanya.
Sedangkan bagi Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu
(LVLK), SIPHPL akan memudahkan dalam proses verifikasi untuk penerbitan dokumen
V-Legal.
SIPHPL juga memberi manfaat bagi Pemerintah
Daerah untuk mengontrol peredaran hasil hutan kayu di wilayahnya.
Sementara bagi Pemerintah Pusat, sistem itu akan
memudahkan menghimpun data yang komprehensif untuk menentukan kebijakan yang
tepat.
Dalam SIPHPL, semua pihak memiliki peran penting.
Unit Manajemen Hutan berperan melaporkan seluruh transaksi mulai dari hasil
inventarisasi, pemanenan, mutasi kayu dan pengangkutan.
Sedang industri dan pedagang berperan melaporkan
seluruh mutasi kayu, pengolahan dan pengangkutan. Sementara LVLK berperan
memverifikasi laporan dari unit manajemen dan penerbitan dokumen V-Legal.
Pihak lain yang berperan adalah Balai Pemanfaatan
Hutan Produksi (BPHP) yang bersama dengan dinas perindustrian dan perdagangan
kabupaten-provinsi yang menyediakan data industri primer dan lanjutan.
Sementara Dinas Kehutanan berperan dalam
mengawasi peredaran kayu di wilayahnya. Sedangkan Ditjen PHPL Kementerian LHK
sebagai Administrator SIPHPL berperan sebagai pengelola data dan pengambil
kebijakan.
SIPHPL juga bisa diakses oleh masyarakat guna
mendapatkan berbagai data dan informasi. Selanjutnya publik bisa memberikan
umpan balik kepada pemerintah.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan
Rufiie menyatakan, dengan SIPHPL unit manajemen baik pemegang izin pada hutan
negara, industri primer atau lanjutan maupun pedagang kayu tidak perlu lagi
melaporkan data mutasi kayu secara manual ke instansi terkait sebab data sudah
dilaporkan secara online melalui sistem.
"Dengan pelaporan ini, keterlacakan data
peredaran kayu dari setiap unit manajemen industri kayu, baik satu langkah di
belakang atau pemasok kayu maupun satu langkah di depan atau pembeli dapat
teridentifikasi," kata dia.
SIPHPL sepenuhnya dilakukan secara self
assesment oleh penggunanya. Menurut Rufiie, data yang dimasukan akan
terlindungi dan hanya otoritas pengelola yang dapat mengubahnya.
sumber: kompas.com