Bandar Udara Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur bakal menyita
perhatian. Ya, di bandara tersebut bakal tersedia terminal dengan konsep
hijau. Pertama di Indonesia. Terminal Hijau itu siap beroperasi.
"Insyaallah sebelum lebaran sudah beroperasi berbarengan dengan realisasi rute direct flight
Jakarta-Banyuwangi. Tinggal menunggu beberapa hal teknis saja. Terminal
baru ini menjadi ikon wisata sekaligus memberi ruang yang cukup bagi
penumpang, mengingat terminal lama sudah tidak mencukupi seiring
lonjakan penumpang yang mencapai lebih dari 1.300 persen dalam lima
tahun terakhir,” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, dikutip
dari JPNN, Sabtu (1/4/2017).
Anas mengatakan, konsep arsitektur ruang publik tidak boleh
asal-asan. Selama ini, karya arsitektur yang menerabas pakem relatif
sulit diterapkan di bangunan yang didanai pemerintah, baik karena
paradigma arsitektur yang masih konvensional maupun kendala
administrasi.
”Tapi di Banyuwangi, karya anti-mainstream justru kami
beri ruang. Selain di bandara, ruang publik lain juga dibangun dengan
arsitektur mendalam, mulai taman, kampus, pendopo, pasar, sampai
destinasi wisata,” terang Anas.
Ia memaparkan, konsep yang diusung di terminal bandara diarahkan
untuk setidaknya menggapai tiga tujuan. Pertama, menjadi ikon pendukung
pengembangan pariwisata. ”Arsitektur yang khas bisa menjadi landmark
yang menarik perhatian wisatawan,” kata dia.
Kedua, sebagai bagian dari transfer pengetahuan dari arsitek
nasional kepada arsitek setempat. Secara bertahap, diharapkan semua
bangunan di Banyuwangi, seperti ruko dan rumah makan, juga memiliki
konsep arsitektur yang jelas.
”Bangunan-bangunan dengan arsitektur khas bisa menjadi contoh
bagi swasta dan masyarakat. Masyarakat bisa meniru konsepnya yang
sederhana, namun tetap ikonik. Yang bagus tidak harus mahal, terminal
ini juga pakai kayu-kayu bekas,” tegas Anas.
Ketiga, secara fungsional dan daya guna, bangunan bisa terjaga
keberlanjutannya dengan prinsip efisiensi. Terminal bandara ini
menggunakan energi sehemat mungkin sesuai konsep rumah tropis yang
mengutamakan penghawaan alami.
”Pengelolaan dan pemeliharaannya efisien, karena tak banyak
menyedot energi, hampir tidak pakai pendingin ruangan. Plat beton atap
juga lebih awet karena terlindung dari panas langsung dengan adanya
tanaman,” tutur dia.
Dia menambahkan, terminal hijau
ini makin ikonik karena mengadopsi konsep atap rumah Suku Osing
(masyarakat asli Banyuwangi) yang juga menunjukkan ciri bangunan tropis.
”Kearifan lokal diadopsi untuk menumbuhkan cinta seni-budaya
Banyuwangi. Budaya masyarakat yang selalu mengantar atau menjemput
kerabatnya saat bepergian juga diadopsi dengan menyediakan anjungan
luas. Jadi semuanya tidak akan terlantar di bandara,” ujarnya.
"Sehingga bangunan publik tidak hanya bermakna proyek, tapi juga
bermanfaat bagi ekonomi masyarakat dan pengembangan sosial-budaya,"
pungkas Anas.
Untuk diketahui, saat ini rute Surabaya-Banyuwangi terbang tiga
kali setiap hari dengan maskapai Garuda Indonesia dan Wings Air.
sumber: okezone.com