Partisipasi Narasumber OJK pada Webinar “E-KYC: Solusi Digital untuk Akselarasi Keuangan Inklusif”

OJK berpartisipasi sebagai narasumber dalam Webinar yang diselenggarakan secara virtual oleh Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) pada tanggal 1 Desember 2020 dengan tema "E-KYC sebagai Solusi Digital untuk Akselerasi Keuangan Inklusif". Webinar ini dihadiri oleh 253 peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai Kelompok Kerja pada DNKI, Kementerian/Lembaga terkait, Mitra Pembangunan, Industri Jasa Keungan, serta akademisi.

Tujuan penyelenggaraan Webinar ini adalah peluncuran kajian yang dilakukan oleh DNKI bersama MicroSave Consulting (MSC) mengenai implementasi E-KYC oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di Indonesia. Kajian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi pembuat kebijakan maupun PJK untuk mendorong penerapan E-KYC di Indonesia yang memanfaatkan basis data kependudukan nasional. E-KYC dinilai sebagai katalisator penting untuk membantu pencapaian target keuangan inklusif pada tahun 2024.

Kegiatan webinar dimulai dengan opening remarks oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil), Kementerian Dalam Negeri. Pada kesempatan tersebut, Dirjen Dukcapil menyampaikan bahwa Dukcapil telah menyusun data kependudukan dan mengelolanya sebagai big data yang terkoneksi dan terintegrasi dengan berbagai lembaga. Saat ini, penduduk di Indonesia secara nama dan alamat telah terdata oleh Dukcapil pada big data yang meliputi 31 elemen data kependudukan. Output yang diharapkan dari pencatatan ini adalah mendorong terbentuknya pendekatan single identity number berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK) melalui perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) yang telah mencapai 98% dari total penduduk di Indonesia. Adapun data kependudukan dapat digunakan untuk semua keperluan pembangunan antara lain pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, serta penegakan hukum dan pencegahan kriminal. Lembaga di Indonesia dapat memperoleh akses data kependudukan untuk mendukung proses e-KYC melalui penyusunan kerjasama pemanfaatan data kependudukan dengan Dukcapil. E-KYC dapat mempermudah pelayanan kepada publik, termasuk pembukaan rekening pada sistem keuangan. Saat ini, 2.819 lembaga termasuk lembaga perbankan, asuransi, pembiayaan, telah bekerjasama dengan Dukcapil untuk memperoleh hak akses data kependudukan. Pada kesempatan tersebut disampaikan bahwa kerahasiaan data kependudukan perlu menjadi perhatian di antaranya melalui kesadaran semua pihak untuk melindungi data pribadi.

 Selanjunya, keynote speech disampaikan oleh  Asisten Deputi Keuangan Inklusif dan Keuangan Syariah (KIKS), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang mewakili Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif. Dalam kesempatan tersebut disampaikan bahwa pembatasan sosial dalam penanggulangan pandemi Covid-19 membawa momentum akselerasi transformasi digital untuk meningkatkan inklusi keuangan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu hal penting yang dapat mengakselerasi inklusi keuangan digital adalah optimalisasi digitalisasi KYC. Pengembangan e-KYC telah menjadi Strategi Nasional Keuangan Inklusif Tahun 2020-2024 yang mengamanatkan adanya penyusunan konsep asitektur teknis penggunaan data kependudukan untuk E-KYC dalam rangka peningkatan layanan keuangan digital dan transaksi non-tunai. Hal ini juga sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia untuk terus dilakukan pengembangan layanan keuangan digital berbasis internet.

Agenda pokok dalam webinar ini diawali dengan pemaparan wawasan dan rekomendasi biaya dari hasil studi biaya KYC yang disampaikan oleh tim peneliti MicroSave Consultant (MSC). Dalam kesempatan tersebut disampaikan hasil studi terkait kerangka regulasi KYC di Indonesia, rincian proses KYC yang saat ini dilakukan oleh PJK di Indonesia, tantangan yang dihadapi dalam proses KYC saat ini, biaya yang dibutuhkan dalam proses KYC saat ini, serta pertimbangan strategi utama untuk mengimplementasikan layanan identitas digital dan e-KYC di Indonesia. Selain itu, tim peneliti MSC juga menyampaikan rekomendasi kebijakan yakni dalam rangka mempercepat inklusi keuangan dan mendukung persyaratan ekonomi digital, infrastruktur digital berbiaya rendah untuk memverifikasi identitas seseorang adalah sebuah hal yang krusial. Proses yang ideal untuk verifikasi KYC harus real time, menawarkan opsi otentikasi multi modal dan harus mematuhi semua undang-undang dan praktik kepatuhan dan perlindungan data. Untuk mempercepat inklusi keuangan digital, maka Pemerintah Indonesia harus:

  1. Menginvestasikan sumber daya dan infrastuktur pada database data kependudukan nasional untuk memfasilitasi pemanfaatan Digital Identity (Digital ID) yang mendukung e-KYC dan transaksi dalam skala besar.
  2. Menetukan aturan keterlibatan sektor swasta untuk menciptakan rule based ecosystem Digital ID yang lebih kuat.
  3. Menetapkan harga yang terjangkau untuk layanan Digital ID yang mendorong pemanfaatan layanan tersebut oleh berbagai PJK.
  4. Mempercepat pembentukan undang-undang perlindungan data pribadi untuk memastikan bahwa layanan verifikasi yang diusulkan benar-benar mematuhi protokol perlindungan data yang diamanatkan negara.

 

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi panel yang membahas perspektif regulator dan pelaku industri tentang peluang penggunaan identitas digital sebagai solusi untuk mempercepat inklusi keuangan digital di Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Kepala GPUT menyampaikan pemaparan "Regulasi dan Kebiajakan dalam Implementasi e-KYC pada Industri Jasa Keuangan", dengan pokok-pokok sebagai berikut:

  1. Transaksi dan layanan keuangan melalui layanan digital tumbuh pesat, terlebih pada masa pandemi Covid-19.
  2. Pemanfaatan layanan digital dalam kaitannya dengan penerapan program APU-PPT telah diatur dalam rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) yang mengharuskan negara dan PJK mengidentifkasi dan menilai risiko TPPU dan TPPT atas produk, praktik bisnis, mekanisme distribusi baru, serta teknologi baru sebelum diluncurkan.
  3. Terkait dengan pengembangan teknologi, OJK selaku Lembaga Pengawas dan Pengatur di Sektor Jasa keuangan, melalui Peraturan OJK Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah dengan Nomor 23/POJK.01/2019 tentang Penerapan Program APU PPT di Sektor Jasa Keuangan (POJK APU PPT) mengatur hal-hal sebagai berikut:
    • Wajib dilakukan penilaian risiko TPPU dan TPPT atas produk, bisnis, mekanisme distribusi baru, penggunaan teknologi baru sebelum diluncurkan;
    • Kebijakan dan prosedur APU PPT pada PJK disusun sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, dan teknologi dengan mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi disalahgunakan dalam TPPU/TPPT
    • Dimungkinkannya CDD berbasis teknologi yakni identifikasi, verifikasi, pemantauan dengan menggunakan sarana elektronik yang wajib memanfaatkan 2 faktor otentikasi. 
    • Optimalisasi sistem informasi manajemen termasuk untuk melakukan identifikasi, analisis, pemantauan transaksi secara efektif mengenai karakteristik transaksi nasabah
  4. Berkaitan dengan proses verifikasi dalam rangka pelaksanaan CDD di sektor jasa keuangan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
    • Verifikasi face to face secara fisik
    • Verifikasi face to face melalui sarana elekrtonik dengan ketentuan:(1) Melalui sarana elektronik milik PJK atau melalui sarana elektronik milik Pihak Ketiga yang telah mendapat persetujuan OJK; (2) Secara real time nasabah beremu dengan petugas dari PJK
    • Verifikasi non-face to face dengan ketentuan: (1) Verifikasi dilakukan melalui proses dan sarana elektronik milik PJK dan/atau milik Calon Nasabah; (2) Verifikasi wajib memanfaatkan data kependudukan yang memenuhi 2 (dua) faktor otentikasi yakni what you have berupa dokumen identitas (e-KTP) dan what you are berupa data biometric antara lain sidik jari.
  5. Dalam rangka melaksanakan verifikasi non-face to face, maka PJK sangat memerlukan akses data kependudukan termasuk data biometrik yang dikelola oleh Dukcapil. OJK  telah mendorong PJK untuk dapat bekerjasama dengan Dukcapil di antaranya melalui surat rekomendasi dari OJK sebagai salah satu persyaratan penyusunan kerjasama.
  6. Pada praktiknya, saat ini PJK menemui kendala hak akses data kependudukan khususnya akses data biometrik yang sangat diperlukan sebagai 2 faktor otentikasi dalam pelaksanaan verifikasi non-face to face.  Untuk menangani keterbatasan tersebut, banyak PJK yang bekerjasama dengan lembaga tertentu yang diberikan akses data biometrik tersebut. Hal ini tentu meningkatkan biaya dan mengurangi efisiensi dalam proses pelaksanaan e-KYC. Oleh karena itu, penting bagi Dukcapil untuk memberikan akses secara merata kepada seluruh jenis lembaga pengguna hak akses data kependudukan, termasuk PJK. Hal ini akan mendukung proses e-KYC yang menjadi katalisator inklusi keuangan digital di Indonesia.

Selain Kepala GPUT, hadir pula narasumber lain yakni Direktur Eksekutif Departemen Penyelenggaran Sistem Pembayaran Bank Indoensia, Vice President Bank Mandiri, perwakilan Asosiasi Fintech Indonesia, dan Indonesia Program Officer Financial Services for the Poor The Bill & Melinda Gates Foundation. Kegiatan berjalan dengan lancar ditandai antusiasme dan partisipasi aktif peserta yang mengikuti kegiatan sampai akhir sesi dan berdiskusi dengan menyampaikan pertanyaan melalui fasilitas QnA atau room chat pada zoom. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi seluruh pihak yang mendorong adanya koordinasi, diskusi dan upaya bersama lebih lanjut untuk optimalisasi e-KYC termasuk dukungan akses data kependudukan bagi PJK secara merata untuk mengakselarasi inklusi keuangan digital di Indonesia.


Artikel Terkait Lain